Istri mana sih yang tidak
ingin selalu dikenang suaminya? Apalagi ketika posisi sang istri sudah tidak
lagi menemani sang suami, sehingga membuat sang suami selalu terbayang akan
dirinya, seakan istrinya itu selalu menemaninya dimanapun Ia berada. Kalau
dibilang sayang sih sayang, cinta ya cinta, tapi sejauh mana suami teringat
akan istrinya, tidak akan sama, dan hal ini tidak tergantung dari berapa lama
dia menikah.
Kita bisa ambil contoh kisah
nyata dari buku ‘Habibie Ainun’. Pernah ngga kita bayangkan, seperti apa sosok seorang
istri seperti Ibu Ainun, sehingga membuat Pak Habibie sampai lupa ingatan
ketika Almarhumah Ibu Ainun dipanggil oleh Allah lebih dulu?
Mungkin sebagian atau bahkan
kebanyakan wanita membayangkan dari sisi ‘enaknya’ saja. Ibu Ainun, seorang
istri Presiden Republik Indonesia ke-3, wanita yang hidupnya bergelimang harta,
wanita yang seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi, wanita yang beruntung bisa
ikut menemani suami bepergian ke luar negeri.
Tapi apakah pernah kita
berfikir, bagaimana caranya Ibu Ainun mengantarkan sang suami sehingga mampu
menjadi orang nomor satu yang namanya sangat harum di Bumi Pertiwi ini?
Pernahkah kita melihat bagaimana sulitnya hidup mereka di awal tahun
pernikahannya, sampai Ia bersabar dengan hidup dalam kesederhanaan demi berjuang
mendapatkan gelar doktor suaminya? Atau pernahkan kita berfikir, bagaimana
letihnya seorang Ibu Ainun dalam menemani suaminya dinas ke berbagai kota
bahkan negara sehingga waktu tidurnya hanya sedikit? Pernahkah kita berfikir
ternyata menjadi seorang istri orang hebat itu tidak seenak yang dibayangkan?
Ataukah dan ataukah banyak lagi yang tidak bisa kita ungkapkan.
Dengan perjuangan seorang Ibu Ainun
yang sangat luar biasa, selalu memenuhi kebutuhan sang suami dari hal sekecil
apapun, bahkan lebih memperhatikan kesehatan suaminya dibanding kesehatannya
sendiri, wajarlah ketika Ibu Ainun pergi lebih dulu dipanggil Illahi, seorang Pak
Habibie tidak mampu melupakan bayangan Ibu Ainun dimanapun Ia berada.
Seakan-akan Ibu Ainun selalu berada disampingnya. “Ainun, Ainun, Ainun,” teriak
Pak Habibie berkeliling rumah mencari sosok Ibu Ainun 3 hari setelah
kepergiannya. Benar-benar tipikal istri yang diidam-idamkan oleh para suami
kebanyakan.
Saya pernah tergelitik ketika
membaca komentar seorang teman yang merupakan salah seorang dari follower akun
Instagram Ibu Ani Budiyono, istri dari Presiden RI ke-6, Bapak Susilo Bambang
Yudoyono. Dengan mudahnya Ia mengatakan, “Enak ya jadi Ibu Ani, kerjaannya cuma
jalan-jalan menemani suami dan foto-foto.”
Helloooo… Emangnya Ibu Ani
dalam kehidupannya tidak mengalami proses jatuh bangun yang hebat dalam
mengantarkan suaminya menjadi Presiden? Ini nih yang sering dilupakan para
wanita, padahal kehebatan dan kesuksesan suami mereka saat ini, tidak lepas
dari besarnya dan kuatnya dukungan sang istri. Lebih dalam lagi, bila selama
itu sang istri sudah menjadi benteng yang kuat sehingga suaminya mampu mencapai
puncak kesuksesan.
Seorang suami bisa saja kehilangan
istri yang sangat dicintai suaminya, baik itu karna meninggal dunia, atau
berpisah (cerai) dan menikah lagi.
Keadaan pertama, istri meninggal
dunia. Suami mana yang tidak sedih ketika teman hidup di kala suka dan duka
yang telah lama menemaninya, harus meninggalkannya terlebih dahulu. Hal ini pernah
terjadi pada Baginda kita, Rasulullah SAW ketika ditinggalkan oleh istri
pertamanya, wanita terbaik pada zaman itu, Khadijah RA, seorang janda kaya yang
namanya tersebar harum di penjuru Arab dan kalangan bangsawan. Bahkan menurut
satu cerita, banyak orang kaya dan bangsawan dari berbagai penjuru Arab yang
datang ingin melamar beliau. Akan tetapi, tidak satupun dari mereka yang
berhasil meluluhkan hatinya.
Khadijah RA pada akhirnya
memilih seseorang bukan dari kalangan bangsawan dan kaya raya. Pilihannya jatuh
pada rekan bisnis beliau yang Ia amanahi untuk menjualkan barang-barangnya dari
satu kota ke kota lainnya. Ia adalah Nabi kita Muhammad SAW, pemuda yang sangat
jujur sehingga diberi gelar Al-Amin oleh penduduk Makkah dan Madinah pada kala
itu.
Khadijah rela dicemooh banyak
orang karena Ia bersuamikan seseorang yang ajarannya banyak ditolak oleh
penduduk Arab. Bahkan Ia rela menginfakkan seluruh harta kekayaan yang tak
terhitung lagi jumlahnya untuk perjuangan dakwah Rasulullah, sehingga pada
akhirnya harta tersebut habis di jalan dakwah. Ia juga adalah wanita pertama
yang percaya terhadap apapun yang disampaikan oleh Rasulullah, meskipun itu tak
masuk di akal manusia.
Dari banyaknya kebaikan dan pengorbanan
yang dilakukan oleh Khadijah, Rasulullah sering menceritakan
kebaikan-kebaikannya tersebut kepada istri-istrinya sehingga membuat
istri-istrinya cemburu. Padahal Rasulullah sendiri sudah mendapatkan
wanita-wanita shalihah terbaik pada masa itu, namun tidak ada yang bisa
menggantikan sosok Khadijah di hatinya. Bagaimana tidak, Khadijah yang pintar,
cantik, saudagar kaya dan menjadi rebutan banyak orang, rela dan mau
mengorbankan seluruh harta kekayaannya untuk kepentingan dakwah Nabi. Sering
kali Siti Aisyah sangat cemburu ketika Rasulullah menceritakan
kebaikan-kebaikan Khadijah.
Keadaan kedua, karena berpisah
atau menikah lagi. Untuk keadaan kedua ini ada dua kemungkinan, bisa saja kita
dilupakan dengan mudah atau suami akan menyesal karena telah menceraikan
istrinya. Akan tetapi, bila kita mampu memberikan pelayanan terbaik kita, maka suami
pasti akan selalu mengenang dan membanding-bandingkan kita dengan istri barunya.
Namun bila kita tidak pernah melayani sepenuh hati, maka akan sangat mudah dilupakannya
bahkan tidak pernah diingatnya sama sekali.
Akan tetapi dalam keadaan
sehari-hari, kita juga sering berpisah dengan suami kita khususnya ketika sang
suami berangkat kerja mencari nafkah. Tidak semua suami akan selalu teringat
dengan istrinya kala sedang berada di luar rumah. Ada saja suami yang senang
ketika bisa keluar dari rumah, mungkin karena ia tidak nyaman berada di dalam
rumah, sehingga pribahasa Baiti Jannati (rumahku adalah syurgaku) tidak ia
dapatkan dirumah, ini malah sebaliknya, rumahku nerakaku atau rumah bisa
menjadi nearak baginya, Naudzubillah min dzalik. Maka sangat wajar sekali
ketika sang suami merasa lebih bebas dan menyenangkan bila ia tidak berada di dalam
rumah. Namun ada juga, suami yang setiap langkahnya mencari nafkah selalu teringat
akan istrinya. Contohnya, menghubunginya di kala waktu istirahat, tiba-tiba
dapat BBM di siang bolong, “Umi, pekan ini abi ada libur tambahan, asik bisa
quality time bersama umi dan anak kita. Kita piknik ke pantai yuk.” Bisa juga dengan
bahasa lain ia mengusahakan untuk membawakan makanan kesukaan istri ketika
pulang kerja, sebungkus martabak manis tanpa di minta, lagi pengen sate padang,
eh dia tiba-tiba bawa bungkusan sate padang yang kita inginkan, pengen ini dan
itu dengan surprisenya ia membawakan makanan kesukaan kita, menyenangkan bukan?
Atau dengan sengaja suami membungkus makanan yang tersedia saat sedang ada rapat
di kantor. Ketika diledek oleh teman-temannya, suami dengan santainya
mengatakan kepada teman-temannya, “Saat akad nikah kuucapkan didepan penghulu,
dalam diriku aku sudah berjanji, apapun yang aku makan, apalagi itu makanan
enak dan itu kesukaan istri, sangat tidak baik jika ia juga tidak mencicipi
makanan tersebut.” Artinya, ketika saya menikmati sesuatu, dia berhak menikmatinya
juga, So sweet..
Jadi.. Saya ingin berbagi
pengalaman, dan juga pengamatan untuk bisa menjadi bahan renungan kita semua
sebagai para istri agar suami selalu mengingat kita dimanapun ia berada. Entah
ketika berangkat kerja, keluar rumah, bepergian jauh, atau sebaliknya, kita
yang lebih dulu harus meninggalkannya. Berikut beberapa poinnya.
Di mulai jauh-jauh sebelum
Subuh, alangkah mulianya kita para istri bila bisa bangun lebih dulu
dibandingkan suami dan anak-anak. Menunaikan shalat tahajud, dilanjutkan
menyiapkan masakan, dan mandi. Suami mana yang tidak senang ketika membuka mata
di pagi hari, melihat bidadarinya sudah cantik mewangi? Apalagi ditambah
kecupan mesra di kening dan pipinya, “Sayang ayo bangun..” wah tambah sayang
pastinya. Tapi apabila sebaliknya, kita sebagai istri malah masih terlelap
pulas mendengkur di balik selimut, rambut acak-acakan, mood suami di pagi hari
pun pasti tidak akan semangat. Pasti berbeda rasanya bila subuh terlewatkan
karena kesiangan. Ketika suami dan anak-anak sudah mandi sebelum subuh, lalu
dilanjutkan dengan Shalat Subuh berjamaah di masjid, tentunya pikiran, jiwa,
dan raga akan lebih sehat untuk melewati hari. Bisa berjalan kaki menikmati
fajar dengan udara segar bersama orang-orang yang dicintai tentu sangat indah
bukan?
Setelah suami pulang dari
Shalat Subuh di masjid, pakaian kerja yang akan ia pakai hari ini sudah kita
siapkan. Biasakanlah untuk mengutamakan menyetrika pakaian suami dibanding
pakaian lainnya, sehingga di pagi hari pakaian kerjanya sudah siap di tempatnya
dan suami tidak perlu pusing-pusing mencarinya atau bahkan menyetrikanya
sendiri karena belum atau lupa kita siapkan.
Setelah itu, kita sebaiknya
sudah menyiapkan hidangan sarapan yang sudah tertata rapi ketika suami pulang
shalat subuh berjamaah dari masjid. Jangan sampai kita terlambat membuatkan
sarapan, sehingga membuat suami terburu-buru berangkat ke kantor dan jajan di
luar. Sarapan sangatlah penting untuk energi suami beraktifitas mencari nafkah
seharian. Lebih baik lagi bila kita membawakan bekal untuknya di siang hari,
makanan kesukaannya, guna menghemat pengeluaran rumah tangga, dan tentunya
lebih sehat dan terjamin kebersihannya.
Setelah sarapan, kita coba
kembali cek adakah barang bawaannya yang tertinggal. Bila semua sudah siap,
kita antarkan suami ke depan pintu. Jarang bukan kita lihat moment seperti ini?
Kebanyakan jaman sekarang istri masih sibuk di dapur atau di kamar mandi ketika
suami akan berangkat kerja. “Mah, papah berangkat ke kantor ya, Assalamualaikum!”
dengan teriakan istri pun menjawab, “Iya Pah, hati-hati Waalaikumsalam!”
Bukankah lebih indah bila kita yang mengantarnya ke depan dengan membawakan tas
dan sepatu yang sudah disemir rapih, lalu mengecup tangan dan pipinya,
merapikan dasinya, serta mendoakan dengan senyuman agar ia dilimpahkan rezeki
yang berkah. Kebaikan istri ini pasti akan selalu suami ingat seharian di
kantor.
Coba bila kita membuat
keributan atau menyusahkan suami di pagi hari dengan urusan rumah? Apakah itu
tidak akan membuat suami kurang berkonsentrasi di tempat kerjanya? Disinilah
besarnya peran istri sebagai seorang Manajer rumah tangga. Biarkan suami serius
bekerja, kita sebagai istri, meskipun merangkap bekerja di luar, tetap saja
urusan rumah harus kita yang siap sedia mengelolanya dengan baik.
Rumahku, Surgaku. Tentu saja
tidak akan terjadi dengan rumah yang berantakan, jarang disapu atau dipel.
Banyak istri yang kadang minta dimaklumi bila rumah berantakan karena memiliki
anak kecil. Namun jangan sampai ketika suami pulang kerja, kondisinya tidak
berubah saat suami berangkat. Kepenatannya di kantor akan bertambah ketika
melihat rumah seperti kapal pecah. Usahakan pula setiap ia pulang kerja, kita
sebagai istri sudah tampil cantik dan enak dipandang oleh suami. Rumah yang
bersih dan rapih, istri yang mewangi, hidangan yang sudah siap, komplit bukan?
Apalagi bila seperti Siti Aisyah, setiap Rasulullah pulang, ia selalu sudah
siap dengan segelas susu di meja dan air hangat sebaskom untuk merendam kaki
Rasulullah sepulang mencari nafkah.
Dibalik itu semua, tetap kunci
seorang istri yang dimuliakan oleh suaminya ialah ketika ia selalu bersyukur
dan tidak banyak menuntut. Mentang-mentang BBM naik, seringkali istri meminta
nafkah bulannya naik atau bahkan meminta suami mencari yang lebih lagi diluar dari
kesanggupannya. Padahal, wanita terbaik ialah wanita yang bersyukur atas nafkah
yang diberikan suaminya meskipun sedikit. Berterimakasihlah dan berikan
senyuman pada suamimu agar Allah juga memberikan rezeki lebih banyak lagi.
Dan yang terakhir, hormatilah
kepada kedua orang tuanya. Kebanyakan para istri cemburu dengan ibu dari
suaminya. Padahal, kita sebagai seorang istri harus menyadari bahwa kedudukan
ibu mertua di atas kita. Ia berhak lebih mengutamakan ibunya dibanding kita.
Karena setelah menikah, suami tetap milik ibunya, sedangkan kita menjadi milik
suami seutuhnya. Jalin komunikasi yang baik dengan ibu mertua, sayangilah ia
sebagaimana kita menyayangi ibu kita sendiri, dengarkan setiap ia bercerita,
terimalah saran darinya meski terkadang tidak sesuai dengan keinginan kita,
agar ia juga menganggap kita anaknya sendiri yang mampu mengurus anak
laki-lakinya dengan baik. Tentunya, bila hubungan kita dengan ibu mertua baik,
suami juga akan senang dan lebih menghargai kita sebagai istrinya :)
Mungkin banyak dari kita yang
ingin menjadi tipikal seseorang yang sulit dilupakan suami, akan tetapi apakah
kita telah melakukan suatu hal yang membuat suami kita selalu terbayang dengan
kebaikan kita? Kita sendiri yang bisa menilai..
Semoga kurang lebihnya tulisan
ini, bisa menjadi bahan renungan kita agar menjadi istri yang lebih baik lagi,
menjadi bidadarinya di dunia dan di akhirat kelak yang berakhlak shalihah,
sehingga suami selalu meridhai setiap langkah kita, agar pintu Surga kita
sebagai istri terbuka luas di akhirat nanti. Aamiin ya Rabbal Alamiinn..
13 May 2015.
Tulisan Istri: Balqis Az Zahra
No comments:
Post a Comment