Thursday, December 1, 2011

Mengenal Lebih Dekat Treasury Produk di Perbankan Syariah


Mengenal Lebih Dekat Treasury Produk di Perbankan Syariah
Oleh: H.M. Iman Sastra Mihajat, LC, PDIBF, MSc Fin
(Faculty Member ICDIF-LPPI, Sekretaris DPP IAEI 2011-2015)


Bank adalah lembaga intermediary yang mengintermediasi antara deficit unit (yang memerlukan dana) dan surplus unit (yang kelebihan dana). Begitu juga dengan bank syariah pada umumnya, ia sama fungsinya seperti bank konvensional dalam memainkan perannya untuk menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan ke pihak yang memerlukan uang untuk keperluan bisnis ataupun konsumtif. Bedanya di bank syariah segala transaksi yang dijalankan harus sesuai dengan prinsip dan nilai syariah yang berlaku yang telah ditetapkan Allah didalam Al-Quran, Al-Sunnah dan dalin-dalil lainnya.
Sebaga lembaga intermediasi, pengelolaan likuiditas didalam manajemen perbankan konvensional dan perbankan syariah sangatlah urgent sekali. Dimana jikalau hal ini tidak dikelola dengan baik, maka bisa terjadi mismatch antara surplus unit dan deficit unit. Maka dari itu harus ada departemen khusus yang mengatur keluar masuknya dana sehingga tidak terjadi mismatch diantara kedua unit ini.
Sebagaimana yang kita ketahui, bisnis utama bank ini adalah bisnis kepercayaan, dimana ketika tidak ada lagi kepercayaan dari nasabah, maka tamat sudahlah riwayat bank tersebut. Seperti yang terjadi pada krisis keuangan Asia pada tahun 1997-1998, dimana para nasabah rush dan antri untuk mengambil uang nya dibank karna muncul isu dimana bank tidak mampu lagi membayar kembali uang nasabahnya. Untung Bank Indonesia sebagai the lender of the last resort mengambil perannya dan mengumumkan ke seluruh lapisan masyarakat bahwasanya dana mereka yang mereka letakkan di bank akan dijamin oleh bank Indonesia dan bisa diambil kapanpun. Ketika hal ini didengar dan diketahui oleh nasabah, maka kejadian antri dan berdesak-desakan untuk mengambil uang di bank menurun bahkan kembali normal seperti sedia kala.
Sudah banyak kejadian dimana sebuah bank bangkrut bahkan bank syariah pun ketika sudah tidak ada kepercayaan dari nasabah, maka orang akan berbondong-bondong menarik dana mereka kembali seperti yang terjadi di bank Century dan bank IFI. Dimana dana nasabah digelapkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan ketika berita ini naik ke surat kabar, otomatis pada saat itu juga orang akan menarik dana mereka dari bank tersebut untuk dipindahkan ke bank lain.
Maka dari itu, perlunya departemen yang mengelola secara khusus keluar masuk dana sehingga tidak terjadi mismatch antara surplus unit dan deficit unit. Inilah departemen treasury yang ada di perbankan yang biasanya di isi oleh orang-orang muda sehingga bisa terus aktif dalam pengelolaannya dan berani mengambil risiko yang tinggi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Tentunya jikalau ini perbankan syariah, maka haruslah sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh syariah tanpa berkecimpung kepada hal-hal yang sudah jelas-jelas diharamkan didalam al-quran dan al-sunnah seperti riba, maysir dan gharar.

Alasan Di Balik Pentingnya Produk Treasury
Harus difahami juga bahwasanya bank itu memiliki sifat alami yang tercipta secara sendirinya dikarnakan system intermediasi tersebut. Bank secara dasarnya memiliki beberapa sifat dimana aktifa dan pasiva nya saling bertentangan.
1.     Di sisi aktifa, kontrak yang dimiliki perbankan bersifat jangka panjang. Dimana pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah ini rata-rata satu tahun ke atas, bahkan ada yang 15 tahun sampai dengan 30 tahun. Kalau pembiayaan motor biasanya 1 sampai dengan 7 tahun, KPR biasanya 2-30 tahun. Sedangkan di sisi pasiva, kontrak yang dimiliki oleh bank dengan nasabahnya adalah kontrak jangka pendek, dimana ketika seorang nasabah nabung di bank syariah dengan akad wadiah misalnya, maka dana nasabah ini akan diambil kapan saja dan bank syariah harus selalu sedia dana tersebut. Jika tidak, maka akan terjadi bank run dimana kepercayaan nasabah kepada bank akan luntur dan hal ini akan menyebabkan orang akan berbondong-bondong menarik dana mereka. Padahal disisi aktifa bank harus menunggu bertahun-tahun dulu supaya dana tersebut kembali terkumpul.
2.     Disisi pasiva sifat alaminya adalah Illiquid atau tidak mudah untuk dicairkan. Karna bank harus menunggu bertahun-tahun dulu supaya dana ini cair dan financee akan mengembalikan hutang yang mereka miliki di bank syariah. Hal ini bersebrangan dengan sifat yang dimiliki pasiva yaitu sangat mudah di conversi kan ke dana tunai. Maka dari itu aktifa dan pasiva betul-betul harus dikelola dengan baik.
3.     Sifat alami yang ketiga adalah pasiva memiliki sifat inflexibility yaitu dia tidak flexible untuk diambil kapanpun. Karna ini adalah receivables yang bank akan terima ketika kontrak sudah selesai. Sedangkan disisi pasiva, bank harus selalu sedia dana dikarnakan sifatnya adalah withdrawal on demand (bisa diambil sesuka nasabah).
4.     Sifat alami yang keempat adalah dari sisi aktifa, bank sangat berisiko dimana ketika terjadi default (gagal bayar) dimana nasabah tidak bisa melaksanakan kewajibannya dalam pembayaran, maka bank harus menanggung ruginya tanpa harus membebankan ini kepada nasabahnya yang meletakkan dana mereka di bank tersebut. Dan kerugian ini tidak bisa dipastikan berapa jumlahnya bisa saja kecil presentasi Non Performance Financingnya (NPF, kalau di konvensional dikenal dengan istilah Non Performing Loan NPL) nya, bisa jadi besar. Disini pasiva, hal ini sangat berbeda sekali, ia memiliki sifat risk free atau tanpa risiko dimana bank harus mengembalikan dana nasabah kapanpun ia kehendaki tanpa melihat apakah bank ini mengalami kerugian atau keuntungan. Jikalau di bank syariah, maka bank tidak berhak memberikan hibah atau keuntungan kepada nasabah disaat bank mengalami kerugian dalam performa mereka. Konsepnya bisa dilihat di diagram 1.
Diagram 1.
Setelah kita melihat diatas, maka kita akan menyadari bahwasanya bisnis perbankan umum ataupun konvensional dihinggapi risiko yang sangat besar sekali. Jikalau hal ini tidak dikelola dengan baik, maka gagallah bank tersebut.

Rasional Pengelolaan Aktifa dan Pasiva
Ada beberapa alasan kenapa manajemen aktifa dan pasiva ini sangat urgent dan harus banyak produk yang harus disediakan di industri perbankan syariah ini sehingga ketika terjadi kekurangan likuiditas maka bank syariah tidak perlu pusing lagi untuk mencari tempat dimana mereka harus meminta pembiayaan baik itu sifatnya jangka pendek, menengah bahkan jangka panjang. Ada beberapa alasan kenapa hal ini sangat penting untuk diketahui.
1.       Untuk mempertahankan likuiditas. Likuiditas ini menjadi bahan penting dalam perbankan syariah baik ketika harus memenuhi kewajibannya kepada nasabahnya ataupun memberikan pembiayaan jangka pendek, menengah ataupun jangka panjang. Jikalau mereka kekurangan likuiditas, harusnya ada tempat dan ruang bagi mereka untuk meminta pembiayaan.
2.       Menghindari permasalahan mismatch. Problem mistmatch terjadi secara alami dikarnakana sifat alami yang dimiliki oleh balance sheet bank dimana aktifa sifatnya jangka panjang sedang pasiva jangka pendek, maka dari itu perlu pengelolaan yang baik untuk mengatur ketidak seimbangan ini sehingga likuiditas untuk sisi pasiva selalu tersedia.
3.       Menghindari Bank Runs. Maksudnya adalah ketika aktifa dan pasiva tidak dikelola dengan baik, maka hal ini akan menyebabkan nasabah akan berbondong-bondong menarik dana mereka. Dimana nasabah tidak percaya lagi kepada bank sebagai pengelola dana mereka.
4.       Mempertahankan kepercayaan nasabah. Hal ini harus terus diperhatikan dimana bank sebagai lembaga yang menjual kepercayaan harus siap selalu ketika nasabah ingin menarik dana mereka kapanpun dan dimanapun. Sehingga nasabah yakin bahwasanya dana mereka tidak dibawa kabur.
5.       Menghindari Insolvency dan Bank gagal. Pengelolaan aktifa dan pasiva yang baik akan menghindari ketidak mampuan bank untuk memenuhi kebutuhan likuditas di sisi pasiva dan hal ini akan menyebabkan bank tersebut gagal.
6.       Menghindari systemic risk. Yaitu risiko dimana ketika salah satu bank customer sudah tidak mempercayai satu bank, maka customer lainnya akan ikut untuk tidak percaya dan hal ini akan menyebabkan bank tersebut gagal dan bangkrut. Ketika satu bank mengalami hal ini, maka risiko ini akan menimbulkan kepanikan yang sama bagi nasabah lain. Akan tetapi untuk masalah bank century, masih ada perdebatan disana apakah hal ini systemic ataupun tidak systemic.
Relevansi Treasury Produk di Perbankan Syariah
Sebagaimana yang kita ketahui, bahwasanya bank syariah dalam system dan operasional memiliki sifat natural yang sama. Yang membedakannya adalah bank konvensional melakukan transaksi berdasarkan riba yang hal ini jelas-jelas diharamkan didalam al-quran. Bahkan Allah swt pun mendeklarasikan perang kepada hamba-hambanya yang masih melakukan muamalah dengan riba.
Disisi lain, bank syariahpun sama halnya dengan bank konvensional, hanya yang membedakan adalah transaksi yang dipakai menggunakan akad-akad yang shariah compliant dan sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam syariah. Riba, maysir, gharar sangat dilarang dalam syariah dimana tiga konsep ini menyebabkan ketidak adilan dalam pendistribusian keuangan dimana dana-dana besar hanya berputar di orang-orang kaya saja tanpa  masuk ke sector riil. Sedangkan didalam Islam, harta itu harus diatur dan diputar kesemua lini tanpa memihak kepada si kaya saja sehingga tidak terjadi gap yang mencolok disana.
Di konsep transaksi bank syariah ketika berbicara masalah produk treasury, maka hal ini termasuk hal yang urgent juga dimana diperlukan kemampuan khusus dalam mengatur surplus dan deficit bank sehingga tidak menimbulkan masalah. Ketika terjadi deficit, maka bank syariah harus mencari tempat untuk meminta pembiayaan sehingga tidak menciptakan masalah mismatch, bank run dan systemic risk. Akan tetapi ketika terjadi surplus, hal ini harus cepat di investasikan sehingga bank syariah bisa memperoleh untung dan bisa membesarkan perusahaan. Jika tidak, maka dana tersebut hanya akan menganggur tanpa menghasilkan apapun dan ini akan membuat rugi bank syariah karna disisi aktifa mereka harus memberikan hibah kepada para nasabah mereka (meskipun tidak wajib, tapi hal ini akan berpengaruh pada kepentingan nasabah).
Kalau kita telaah pada diagram 3., bahwasanya konsep yang ada di perbankan syariah sama saja dengan yang ada dikonvensional termasuk layanan yang diberikan. Akan tetapi transaksi di bank syariah haruslah sesuai dengan rambu-rambu syariah yang ditetapkan oleh Allah dalam Al-Quran dan dijelaskan secara terperinci didalam al-sunnah.
Produk-Produk Treasury di Perbankan Syariah
Di industri keuangan syariah di Indonesia. Produk treasury sudah bervariasi. Apalagi ditambah dengan komoditi syariah yang baru saja di luncurkan oleh bursa berjangka (Jakarta Future Exchange) baru baru ini. Karna kebutuhan atas bank syariah makin tahun terus bertambah hal ini juga terimplikasi kepada produk dan inovasi di industri perbankan syariah haruslah variatif dan kompetitif dibandingkan dengan produk konvensional sehingga pangsa pasar perbankan syariah terus mengalami peningkatan yang bagus kedepannya.
Sampai saat ini, ada beberapa produk yang sudah biasa dikerjakan di industri perbankan syariah (ALMA) seperti Mudharabah Investment antar bank syariah, certificate wadiah bank Indonesia, Repo Syariah, dan terakhir adalah komoditi syariah yang baru saja diluncurkan oleh bursa Berjangka. Produk lain yang bisa dipakai juga seperti profit rate swap, Islamic cross currency swap, Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPSN-atau dikenal dengan Islamic Treasury Bills), Sukuk baik untuk short term, medium term ataupun long term, reverse repo, Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dan lain lain.
Kalau dibandingkan Malaysia, mereka sedikit lebih maju dari sisi produk treasury dikarnakan secara sejarah, mereka lebih duluan mengembangkan perbankan syariah yang ditopang penuh oleh pemerintah. Tahun 1994 Malaysia memperkenalkan Islamic Interbank Money Market (IIMM), 1996 implementasi dari Mudharabah Interbank Investment (MII), 1999 Mengenalkan Bai Al-Inah Funding (last resort funding facility Oleh BNM untuk melindungi posisi Bank syariah yang deficit.), tahun 2000 Mengenalkan Bank Negara Negotiable Notes (BNNN) Berdasarkan Bai al-Inah, tahun 2001 memperkenalkan Government Investment Issue (GII) – memakai akad Bai al-Inah. Tahun 2002 wadiah acceptance di perkenalkan, dan BNM mengeluarkan petunjuk Notes di Sell and Buy Back Agreement (SBBA), tahun 2004 memperkenalkan Malaysian Islamic Treasury Bills (MITB) yang pertama, tahun 2005 Menerbitkan Profit-Based GII yang pertama, tahun 2006 Penerbitan perdana Sukuk Bank Negara Malaysia Ijarah (SBNMI), 2009-2010 kemarin mereka memperkenalkan konsep Bursa Suq Al-Sila’ menggunakan akad komoditi murabahah.
Penutup
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan perbankan syariah, inovasi produk-produk terbaru sangat diharapkan bisa menghiasi pasaran syariah terutama di produk treasury sehingga dalam pengelolaan risiko likuiditas menjadi lebih mudah dan aman selain itu sesuai juga dengan prinsip-prinsip syariah.
Maka dari itu, untuk meng goal kan tujuan ini, perlu adanya diskusi, workshop dan bahkan training sehingga bisa memudahkan bank syariah untuk menuju kesana. Tidak hanya inovatif dalam produk, akan tetapi nilai-nilai syariah tetap tertanam didalam produk tersebut. Di dunia international yang sampai saat ini masih hot dijadikan bahan perbincangan adalah Islamic Structured product dan biasanya ini hanya untuk investasi dalam skala besar. Akan tetap maybank Islamic telah membuat produk ini untuk skala yang lebih kecil lagi sehingga para nasabah bisa meletakkan dana mereka yang berkisaran 7 juta ke atas keproduk ini yang mereka sebu Stride-i (Structuted Deposit Islamic). Wallahu a’lamu bisshawab

Penulis adalah Faculty Member (Trainer) Keuangan Syariah di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). Beliau juga Aktif sebagai Sekretaris Ikatan Ahli Ekonomi Islam (DPP IAEI Pusat), selain itu, beliau juga Dosen Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah di Universitas Al Azhar Indonesia, Konsultan Asuransi Shariah, Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah Zakirah Group, Trainer Fikih Muamalah on Islamic Banking and Finance Di Iqtishad Consulting MES, R&D WakafPro99 Dompet Dhuafa Jawa Barat, Kandidat Ph.D Islamci Banking and Finance (IIiBF) International Islamic University Malaysia.


sumber: Mahalah Ekonomi Syariah Edisi November 2011

Wednesday, November 30, 2011

Islamic Structured Product: Inovasi Baru di Industri Keuangan Syariah


Islamic Structured Product: Inovasi Baru di Industri Keuangan Syariah
Oleh: H.M. Iman Sastra Mihajat, Lc, PDIBF, MSc Fin
(Faculty Member ICDIF-LPPI, Sekretaris DPP IAEI 2011-2015)

Dalam beberapa bulan terakhir ini, banyak sekali produk-produk baru yang bermunculan di industri keuangan syariah. Salah satu contohnya adalah komoditi syariah yang diluncurkan oleh bursa berjangka Jakarta untuk memenuhi produk manajemen likuiditas bagi perbankan syariah yang mengalami surplus ataupun deficit dalam keuangan mereka. Hal ini berjalan seiring dengan majunya industri perbankan syariah tanah air yang makin ke depan makin melihatkan taringnya sebagai lembaga yang kokoh, inovatif, dan menjawab semua tantangan dan permintaan dari para nasabahnya.
Diwaktu yang sama, salah satu produk yang sangat hangat di perbincangkan di bursa keuangan syariah international saat ini adalah Islamic Structured Product. Apalagi Produk ini sangat diinginkan oleh investor muslim yang ingin merasakan aroma baru dalam berinvestasi. Produk baru ini ditawarkan trainingnya oleh CERT Malaysia Pada acara Kuala lumpur Islamic Finance Forum KLIFF 2011 bulan October kemarin di Hotel Istana Kuala Lumpur. Peserta Training ini meliputi praktisi di asuransi syariah, perbankan syariah dan pasar modal syariah dan juga akademisi keuangan syariah. Konsep yang ditawarkan dalam produk ini adalah bagi para investor yang ingin mem-protect capital mereka sehingga tidak terjadi loss di kemudian hari. Dimana keuntungan dari investasi ini berdasarkan dari presentasi investasi mereka di bursa yang sangat beresiko. Jikalau hasil investasi di pasar yang sangat beresiko ini menguntungkan, maka sang investor ataupun fund manager akan menghasilkan keuntungan, jikalau merugi, maka sang pemilik modal masih akan mendapatkan capital mereka kembali tanpa ada keuntungan sepeserpun.
Untuk pasar keuangan syariah di Indonesia, penulis rasa produk ini sangat diharapkan bagi industri yang bergerak dalam investasi dan juga lembaga zakat, wakaf, infak dan sadaqah, lembaga reksadana syariah, BUMN seperti pertamina, PLN, TELKOM, yang ingin berinvestasi jangka panjang tapi tidak mempengaruhi keutuhan modal mereka dimasa mendatang dengan menstruktur investasi tersebut dengan beberapa akad transaksi (hybrid contract). Biasanya, di luar negri produk ini diprioritaskan kepada investasi yang berskala besar dan berjumlah milyaran rupiah hingga triliunan. Negara-negara yang sudah mengaplikasikan produk ini adalah, Malaysia, UK, Kuwait, Dubai, Bahrain, Qatar, Saudi Arabi dll. Tahun ini, salah satu perusahaan yang bergerak di Investasi ini yaitu di Bahrain dimana mereka telah close dengan happy ending yang menghasilkan keuntungan sampai dengan 50%. Tentu untuk kedepannya model investasi ini dapat dikembangkan di tanah air sehingga produk di industri keuangan syariah bertambah terus dengan kemajuan zaman.
Maka dari itu, melihat dari potensi pasar indonesia yang sangat besar sekali, maka produk ini harus dikembangakan oleh perbankan syariah untuk memfariasikan lebih banyak lagi inovasi produk perbankan syariah. Akan tetapi ada beberapa isu dan tantangan yang  akan dihadapi dalam menstruktur produk ini, salah satunya adalah bagaimana mengelola risiko di investasi yang sangat tinggi risikonya.

Pengenalan Islamic Structured Product
Secara general ia adalah CPPI (Constant Proportion Portfolio Insurance) dimana modal dasar diproteksi dengan berinvestasi di fix return murabahah contract (kontrak syariah yang pendapatannya fix) dan sisanya untuk di investasikan diequitas dan surat-surat berharga lainnya. Biasanya, akad yang dipakai untuk struktur yang kedua ini adalah wa’d (janji), dua janji, dan ‘urbun untuk menggantikan option conventional yang ada di derivative market untuk tujuan pemaksimalan keuntungan. Wa'd digunakan ketika membuat, misalnya, instrumen forward FX, dan bisa juga menggunakan Islamic Total Return Swap (ITRS). ITRS dapat dengan mudah digunakan untuk membuat structured product yang kompleks sekalipun. Terakhir, Malaysia sendiri telah membuat Islamic Credit Default Swap (CDS-i) yang digunakan untuk mengelola fix dan floating income mereka, tentunya CDS-i yang mereka struktur tidak seperti CDS yang ada di conventional market akan tetapi lebih kepada Islamic Profit Rate Swap (IPRS).
 Dalam pendfinisian, structured product mungkin agak sulit untuk didefinisikan, karna ia bisa berbagai macam struktur digunakan. Sama seperti hedge fund, hal ini juga di ungkapkan oleh George Soros ketika ditanya disalah satu forum international conference di Amerika, beliau menjawab, secara definisi saya tidak bisa mendefinisikan, karna ini berbagai macam struktur yang dilakukan. Akan tetapi kita bisa melihat apa saja feature didalam Structured Product ini. Situs www.answer.com mencoba mendefinisikan structured product yaitu: “Name covering a broad range of new investment products, many with proprietary names or acronyms that combine two or more financial instruments at least one of which must be a derivative”, nama yang mencakup berbagai macam produk investasi baru, termasuk beberapa nama umum atau singkatan yang menggabungkan dua atau lebih instrumen keuangan setidaknya salah satu instrumennya ada derivative. Selain itu, wikipedia mencoba mendefinisikan dengan “synthetic investment instrument specially created to meet specific needs that cannot be met from the standardized financial instruments available in the market” yaitu sintetik instrumen investasi khusus diciptakan untuk memenuhi kebutuhan khusus yang tidak dapat dipenuhi oleh instrumen keuangan standar yang tersedia di pasar.
Menurut Securities Commission, para 1.03, (a) dan (b): mengatakan bahwasanya structured product adalah setiap produk investasi yang masuk dalam kategori sekuritas dibawah SC act yang menyediakan kepada pemegangnya ekonomi, legal atau minat atas sebuah asset (underlying asset) dan nilainya itu diambil dari harga atau nilai dari underlying asset tersebut. Sedangkan kata underlying asset itu sendiri berarti setiap sekuritas, index, currency, komoditas atau asset lainnya atau kominasi beberapa asset. Di Indonesia, Bank Indonesia mencoba memberikan definisi sendiri ia mengatakan, Structured Product adalah bentuk produk keuangan non konvensional yang merupakan penggabungan antara dua atau lebih instrumen keuangan, berupa instrumen keuangan non-derivatif dan derivatif1 atau derivatif dan derivatif.
Kalau kita perhatikan keempat defisini tersebut, bagi yang belum mempunyai pengetahuan tentang produk perbankan dan pasar modal, maka agak sulit membayangkan seperti apa produk ini. Yang berarti sebenarnya ini susah untuk didefinisikan

Fitur Structured Product dan Contohnya di Pasar Konvensional
Untuk mengetahui lebih mendalam lagi, minimal kita harus mengetahui fitur apa saja yang dimiliki oleh structured product ini.
Pertama, ini adalah produk investasi yang tidak mempunyai kemiripan dengan asset tertentu atau standar instrumen keuangan.
Kedua, ia adalah kombinasi instrumen keuangan  dua atau lebih yang salah satunya adalah derivative, untuk menciptakan produk yang terstruktur atau yang di kemas sesuai dengan keinginan investor.
Ketiga, keuntungan dari investasi ini ia link kepada performa underlying asset atau terbenchmark ke suku bunga, pasar ekuitas, komoditas, corporate credits, pasar valas, real estate atau instrumen keuangan lainnya,
Keempat, beberapa structured product ia menawarkan fitur modal terproteksi (capital protection), baik seluruhnya atau sebagiannya.
Ada beberapa instrumen structured product yang sudah biasa di kenal di pasaran konvensional, yaitu Interest Rate-linked Notes, Equity-linked Notes, FX and Commodity-linked Notes, Hybrid-linked Notes, Bond Linked Notes, Index Link Notes, Currency Link Notes, Commodity (contract) Linked Notes, dan Credit Linked Notes.

Islamic Structured Product
Pembahasan mengenai Islamic structured product adalah pembahasan yang sangat sensitive bagi beberapa ulama di timur tengah dan Negara lain khususnya Pakistan. Sebagian dari ulama sangat keras untuk tidak menggunakan produk ini karna ada instrumen derivative didalamnya. Salah satu contohnya adalah syeikh taqi usmani, beliau sangat menolak adanya instrumen Islamic derivative. Karna didalam Islamic structured product ini kita akan menggunakan instrument Islamic derivative yang secara struktur sangat berbeda dengan conventional derivative. Pernah disuatu forum syeikh taqi usmanin ini ditanya dengan salah seorang audience tentang pandangannya mengenai Islamic derivative, beliau langsung spontan menolaknya dan tidak ingin merespon pertanyaan tersebut. Dengan lantang beliau mengatakan, “simpan kembali pertanyaan anda, kecuali nanti saya menemukan Islamic riba, baru saya akan menjawab”.
Ada beberapa hal yang harus dibedakan dari conventional dan Islamic, pertama dari akad yang digunakan dan itu akan berimplikasi berbedanya cara treatmentnya, sama seperti dahulu diawal-awal perbankan syariah muncul, pembiayaan yang ada di konvensional dan syariah sama saja, akan tetapi ia akan berbeda ketika sudah ada akad didalamnya. Kedua, struktur dan fitur yang ada di instrumen tersebut, misalnya didalam future dan forward yang ada di konvensional derivative dan yang ada di salam secara sekilas mirip, akan tetapi masing-masing memiliki struktur dan fitur tersendiri, didalam akad salam, uang pembelian dibayarkan penuh di depan, sedangkan barangnya diantar dimasa yang akan datang (3 bulan, 6 bulan misalnya), sedangkan di futures dan forwards, barang diantar dikemudian hari, sedangkan harga barangnya juga dibayar ketika jatuh tempo dengan membayar premium. Konsep inilah yang melanggar ketentuan-ketentuan syariah. Karna didalam fikih muamalah kita tidak boleh mengakhir dua aspek dalam jual beli sekaligus, yaitu harga dan barang (laa yajuuzut ta’jil albadalain).
Sedangkan didalam Islamic structured product, struktur yang digunakan ketika memakai konsep Islamic derivative tidak akan menangguhkan harga dan barang sekaligus. Dalam tatatan Islamic structured product biasanya diawal investasi antara investor dengan fund manager adalah wakalah atau mudharabah, pada level investasinya bisa menggunakan konsep tawarruq (komoditi murabahah syariah), membeli beberapa saham terbaik, memakai Islamic option yang memakai akad wa’d dan ‘urbun. Sedangkan proteksi modal hal ini dapat dijamin oleh induknya atau lembaga penjamin.
Contoh Simpel Islamic Structured Product
dalam model pertama diatas, struktur yang sangat simple untuk Islamic structured product dimana fund manager akan mengelola dana dari client (investor) dalam jangka waktu 3 tahun misalnya dengan modal investasi Rp 100 milyar, 10% dari dana tersebut misalnya (10 milyar) akan dignakan untuk investasi yang tinggi risiko untuk pemaksimalan keuntungan, sedangkan 90% nya (90 milyar) di investasikan di fix income instrumen seperti sukuk atau surat berharga syariah Negara yang mana dalam 3 tahun jumlah yang akan didapat senilai 100 milyar.
Cotoh kedua adalah yang dilakukan oleh Bank HSBC Amanah. Produk ini disebut dengan HSBC Amanah Equity-Linked Structured Investment-i. dimana investor menunjuk HSBC sebagai mudharib untuk menginvestasikan dana mereka dalam waktu 3 tahun dimana 10% dari dana investor itu mereka belikan ke equity option, sedangkan 90% nya mereka belikan ke fix income instrument yaitu NIDC (Negotiable Islamic Debt Certificate).
Contoh ketiga adalah yang dilakukan oleh Bank CIMB. Mereka menyebut structured productnya dengan Islamic All-Stars Restricted Mudharabah Structured Investment-i (Islamic All-Stars-CIMB Islamic). Produk ini menggunakan akad mudharabah muqoyyadah antara client dengan bank CIMB, dimana 90% dari dana investasi tersebut di investasikan di fix income instrument dan 10% dipakai untuk membeli index all-stars dengan konsep bay ‘urbun.
Contoh model terakhir adalah yang dilakukan oleh Maybank Islamic untuk menarik dana dari masyarakat dengan investasi minimum diatas Rp 5 juta rupiah, akad yang dipakai antara client dan Maybank Islamic adalah Mudharabah. Dimana 90% dana tersebut dibelikan ke NIDC untuk proteksi modal dan 10%nya akan diinvestasikan ke beberapa underlying asset dengan konsep wa’d seperti, London Metal Exchange (LME) Copper Spot dan Chicago Board of Trade (CBOT) wheat spot.
Keempat model diatas adalah sebagai contoh awal ketika kita ingin menstruktur produk untuk bank syariah di Indonesia. Ada produk hybrid yang bisa kita tawarkan lebih jauh lagi yang mana ini bisa dilakukan melalu forum-forum diskusi atau bahkan training. Ke depan diharapkan ada model baru yang akan dikembangkan untuk penstrukturan produk untuk lembaga zakat dan wakaf di indonesia ini sehingga bisa menjadi modal pengembangan dana mereka dimasa mendatang.
Isu-isu Syariah dan Legal Dalam Islamic Structured Product
Ada beberapa isu syariah yang menjadi bahan diskusi dalam Islamic structured product, petama, ketika si fund manager membeli index, sebenarnya apa yang dibeli oleh fund manager? Kedua, jika kita asumsikan si fund manager ini membeli asset tersebut, apakah dia betul membeli asset ini yaitu real asset atau cuma asset kosong? Ketiga, berapa sebenarnya nominal yang di investasikan ke investasi yang berisiko tinggi tadi? Keempat, bisakah credit dari perusahaan tersebut dijadikan underlying asset?
Selain isu syariah, ada isu legal yang sekarang masih menjadi bahan diskusi di dunia international, yaitu rata-rata hukum yang dianut dibeberapa Negara sekarang adalah kalau tidak mengacu pada civil law, ia akan mengacu kepada common law. Sedangkan ada beberapa Negara seperti Saudi Arabia dan Dubai tidak mempunya law ini. Mereka memiliki law sendiri tanpa nama yang mereka atur sendiri dalam mengatur tata Negara mereka. Jadi jika terjadi permasalahan kedepannya didalam investasi ini, pertanyaannya adalah, bisakah kita menuntut mereka di pengadilan?

Terakhir, Untuk lebih memperdalam lagi, alangkah lebih baiknya jika diadakan training mengenai Islamic structured product dan bagaimana industri perbankan syariah bisa mengambil pelajaran dari beberapa model yang telah diterapkan di beberapa Negara, sehingga inovasi produk bank syariah terus menunjukkan kemapanannya dalam menghadapi era yang semakin modern ini sehingga persaingan dengan bank konvensional trus digencarkan. LPPI sebagai lembaga pengembangan perbankan termasuk syariah dalam waktu dekat bisa mengembangkan training dan workshop untuk membahas masalah ini. Wallahu a’lam

Penulis adalah Faculty Member (Trainer) Keuangan Syariah di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). Beliau juga Aktif sebagai Sekretaris Ikatan Ahli Ekonomi Islam (DPP IAEI Pusat), selain itu, beliau juga Dosen Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah di Universitas Al Azhar Indonesia, Konsultan Asuransi Shariah, Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah Zakirah Group, Trainer Fikih Muamalah on Islamic Banking and Finance Di Iqtishad Consulting MES, R&D WakafPro99 Dompet Dhuafa Jawa Barat, Kandidat Ph.D Islamci Banking and Finance (IIiBF) International Islamic University Malaysia.


Monday, October 17, 2011

Komoditi Syariah Bursa Berjangka JFX dan Fatwa DSN No 82


Komoditi Murabahah, Tawarruq, Bay’ Al-Inah Dan Fatwa DSN-MUI No.82 Tentang Komoditi Syariah: Comperehensive Review
Oleh: H.M. Iman Sastra Mihajat, LC, PDIBF, MSc Fin


Seiring dengan perkembangan perbankan syariah akhir-akhir ini terus menunjukkan angka yang positif, produk-produk baru diharapkan terus bermunculan seiring dengan tingginya permintaan pasar. DSN-MUI sebagai lembaga independen pemberi fatwa terus diharapkan memberikan respon-respon yang positf sesuai dengan kemajuan perbankan syariah yang terus membaik. Meskipun Indonesia masih tertinggal dengan Negara-negara maju pencetus perbankan syariah, akan tetapi ada harapan yang besar disana bahwa DSN-MUI dan BI sangat berhati-hati dalam penetapan sebuah produk sehingga nantinya tidak terjadi produk-produk yang bermasalah dari segi syariah.
Salah satu yang menjadi topik hangat baru-baru ini adalah pengesahan Fatwa DSN-MUI No.82 mengenai bursa komoditi syariah. Dimana produk ini diharapkan menjadi pioneer dalam pengembangan produk dipasar bursa. Sehingga tuntutan-tuntutan yang telah terpendam lama akhirnya disahkan. Fatwa ini didasari oleh permintaan yang sangat banyak dari pihak industri perbankan syariah terutama untuk pengelolaan managemen risiko likuiditas mereka. Dimana sampai saat ini bank syariah yang notabene pangsa pasarnya masih relatif kecil, sangat kesulitan dalam mencari likuiditas untuk mencukupi kebutuhan uang tunai untuk memenuhi permintaan di sisi Liability. Sehingga sering kali mereka harus ‘mengemis’ kepada induk mereka untuk di suntikkan dana dan mungkin pernah pula harus meminta pembiayaan dari perbankan konvensional meskipun dengan akad syariah.
Fatwa DSN-MUI No.82 ini adalah solusi yang baik bagi indusrti perbankan syariah dalam pengelolaan manajemen likuiditas mereka. Sehingga ketika terjadi kelebihan dana ataupun kekurangan dana, mereka tidak perlu lagi khawatir karna sudah disediakan Bursa Komoditi Syariah yang memberikan wadah bagi mereka untuk bertransaksi. Di lain hal, bursan komoditi syariah ini diharapkan bisa memberikan efficiency cost yang tidak kalah dengan produk-produk konvensional, jika tidak, peresmian fatwa no 82 ini dan penciptaan produk komoditi syariah oleh Bursa Indonesia akan menjadi sia-sia dikarna sepi peminat.

Komoditi Murabahah
Konsep komoditi murabahah pada dasarnya sudah banyak dipraktekkan oleh Negara-negara yang menggunakan system perbankan syariah. Negara tetangga Malaysia misalnya, mereka telah dulu menetapkan konsep ini untuk merespon kebutuhan pasar local mereka maupun internasional. Sehingga pasaran luar bisa mengacu pada mereka dalam konsep komoditi murabahah. Sampai pada puncaknya, tahun 2010, Bursa Malaysia meluncurkan sebuah produk yang sangat dinanti-nanti oleh pasar yaitu Bursa Suq Al-Sila’. Produk ini diharapkan bisa menjadi instrumen yang menarik di industri keuangan syariah dalam pengelolaan risiko mereka terutama masalah likuiditas. Sampai-sampai produk ini telah diapprove oleh AAOIFI dan menyatakan bahwa produk ini adalah shariah compliant. Tidak hanya AAOIFI saja, produk ini telah diterima juga oleh pasar timur tengah yang notabene sangat strict dalam hal syariah. Jikalau produk ini bermasalah, tidak mungkin AAOIFI dan pasar perbankan syariah timur tengah menerimanya sebagai produk yang sesuai dengan syariah.
Oleh sebab itu, mungkin pelajaran di Bursan Suq Al-Sila’ bisa menjadi pelajaran penting bagi Bursa Komoditi Syariah dalam menerapkan transaksi. Meskipun ada permintaan di tahun kemarin dari Bursa Malaysia untuk menjual asset (CPO) yang ada di pasar Bursa Malaysia tidak sesuai dengan persediaan stock yang ada, akan tetapi hal ini tidak di izinkan oleh Shariah Advisory Council.

Tawarruq
Pada dasarnya, konsep yang diterapkan dalam Bursa Komoditi Syariah ini adalah Akad Tawarruq. Dimana si bank surplus mendapatkan pesanan dari bank deficit untuk membeli barang, sehingga bank surplus akan membeli komoditas dari market dengan tunai menggunakan akad al-bay’, lalu menjualnya kepada bank deficit dengan cara murabahah dengan bayaran tangguh atau cicilan. Lalu bank deficit akan menjual asset ini ke pasar komoditas dengan tujuan untuk mendapatkan tunai.
Inilah akad tawarruq yang biasa dikenal diindustri perbankan syariah timur tengah yang bisa mereka praktekkan tidak hanya untuk pengelolaan likuditias akan tetapi bisa juga di targetkan kepada individual untuk keperluan konsumtif. Akan tetapi tawarruq yang dipakai ditimur tengah banyak sekali menuai kecaman karna disana sudah diatur oleh pihak bank atau dikenal dengan organized tawarruq. Yang lebih parah lagi, dari research yang pernah dilakukan di eropa khususnya UK menerapkan konsep tawarruq dengan memakai asset China Metal yang sebenarnya ini tidak bernilai. Akan tetapi china metal ini berharga sangat tinggi dikarnakan dipakai untuk transaksi tawarruq.
Dari data yang dihimpun bahwasanya hanya 2.7% asset yang dipakai dikomoditi murabaha atau tawarruq itu masuk kepada end user. 97.3% digunakan untuk transaksi derivatives.
Dari aspek Fikih, sebenarnya ulama banyak menjelaskan berbagai macam konsep tawarruq. Dimana tidak semua tawarruq diharamkan, akan tetapi ada beberapa yang disepakati oleh ulama bahwa itu shariah compliant. Ulama kontemporer membagi tawarruq menjadi dua macam, pertama tawarruq munazzhom atau disebut dengan organized tawarruq, yang kedua adalah tawarruq fiqhi atau haqiqi. Konsep tawarruq pertama adalah akad tawarruq yang banyak digunakan oleh bank syariah di eropa dan timur tengah. Dikarnakan bank syariah ambil andil didalam menentukan lini penjualannya. Bank syariah menetapkan siapa broker pembelian dan kepada siapa si pembeli menjual kembali barang tersebut. Hal inilah yang dilarang dalam syariah karna saudaranya bay’ al-inah. Cuma menambahkan pihak ketiga.
Konsep tawarruq yang kedua adalah dimana bank syariah (surplus unit) betul –betul membeli barang itu dari market, dan menjualnya kepada konsumen yang memberlukan tanpa ada embel-embel untuk dijual kepada pihak manapun. Sehingga konsumen bebas dan punya hak dalam menentukan kepada siapa dia mau menjual asset tersebut. Sehingga tidak terjadi hilah ghairu syar’iyyah didalamnya yang menyebabkan produk ini tidak shariah compliance. Jiakalu hal ini yang ditetapkan oleh Bursan Komoditi Syariah, maka kita sudah bisa disebut dengan Shariah compliance product.

Bay’ Al-Inah
Bay’ Al-inah adalah sebuah akad dimana deficit unit memerlukan dana, lalu menjual asset yang dia miliki kepada surplus unit dengan cara cash, lalu surplus unit akan menjual kembali asset tersebut kepada pihak deficit unit dengan cara tangguh atau cicilan. Tujuannya adalah sama seperti tawarruq, dimana pihak deficit unit memerlukan dana tunai. Bisa jadi asset yang dipakai adalah asset deficit unit, atau asset yang dimiliki oleh surplus unit dalam hal ini bank syariah.
Meskipun kita sudah keluar dari bay’ al-inah dan menciptakan sebuah produk yang baru yang shariah compliant. Akan tetapi masih ada muncul usulan dari para praktisi untuk disahkannya bay’ al-inah. Padahal Negara tetangga kita Malaysia lambat laun telah meninggalkan akad ini karna telah mendapatkan tetnangan dari berbagai pihak. Apakah indonesia mau dicap Negara tidak shariah compliance di industri perbankan syariah padahal kita selalu membanggakan bahwasanya kita sangat hati-hati dalam pembuatan fatwa? Tentunya tidak dan jangan sampai predikat Shariah compliance ini terlepas dari kita.

Fatwa DSN-MUI No. 82
Difatwa ini telah dijelaskan bahwasanya Komoditi Murabahah telah disahkan oleh DSN-MUI dengan JFX pihak penyelenggara perdagangan bursa komoditi ini. JFX sebagai pihak perantara dari pihak yang mempunyai komoditas. Dan setelah itu menjadi pihak penjual komoditas kepada supplier dan dilaksanakan secara komputer dan online oleh pihak anggota Bursa Komoditi Syariah.
Ada beberapa akad yang digunakan dalam pelaksanaan fatwa no 82 ini; pertama adalah bay’, dimana  peserta komersial akan membeli komoditi dari supplier lalu supplier memenuhi permintaan sesuai dengan komoditi yang dinginkan lalu dijual kepada peserta komersial dengan cara tunai. Kedua, murabahah, dimana peserta komersial akan menjual asset ini atas permintaan konsumen komoditi dengan cara murabahah dimana ada kelebihan margin diatas pokok dengan cara tangguh atau cicilan. Ketiga, bay’ musawamah dimana supplier diwakilkan oleh JFX menjual barang ke peserta komersial tanpa berkewajiban memberitahukan berapa harga pokok dan margin. Keempat, wakalah, dimana JFX akan menjual asset tersebut jika perlukan oleh konsumen komoditi untuk menjualnya kepada supplier yang berbeda dari supplier awal. Kelima, akad muqorodhoh, dimana supplier satu bisa barter asset dengan supplier 2, ataupun ke supplier 3 dan sebaliknya. Supaya asset tersebut tidak kembali kepada orang yang sama.
Dari lima akad ini, sebenarnya ada satu akad lagi yang harus diperhatikan, yaitu Al-Wa’du. Atas perjanjian dimana ketika konsumen komoditi menginginkan komoditas kepada peserta komersial dengan tujuan mendapatkan uang tunai maupun menahan asset tersebut untuk dijual dimasa yang akan datang atau dijual ke selain peserta supplier dari Bursa komoditi syariah. Konsumen komoditi harus berjanji membeli barang yang dibeli oleh peserta komersial. Jikalau tidak, maka ketika komoditas tersebut sudah dibeli oleh peserta komersial lalu konsumen komoditi membatalkan transaksi tersebut. Maka akan terjadi permasalahan disana, bisa jadi asset yang dibeli oleh peserta komersial turun harga, pertanyaannya adalah, siapakah yang mau menanggung kerugian dari pembatalah transaksi ini? Oleh sebab itu, haruslah ada akad Al-Wa’du disana sehingga konsumen komoditi berjanji akan membeli komoditi tersebut dari peserta komersial.

Parameter Dalam Pelaksanaan Bursan Komoditi Syariah
Ketika telah dibuat sebuah fatwa, maka harus ada parameter yang membatasi transaksi Komoditi Murabaha Syariah ini. Supaya tidak terjadi misuse dalam penggunaan produk yang menyebabkan produk ini menjadi tidak shariah compliance.
Pertama; harus ditekankan bahwasanya transaksi Komoditi Murabahah Syariah ini hanya boleh digunakan untuk Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah. Sehingga produk ini tidak lari kepada produk konsumen dan bahkan untuk keperluan spekulasi dan mencari keuntungan. Sehingga nantinya bank syariah tidak focus untuk membesarkan sector riil dikarnakan lebih focus kepada pencarian keuntungan semata.
Kedua; transaksi in harus real, bukan ficticious contract. Maksudnya adalah ketika transaksi ini terjadi harusnya benar-benar terjadi transaksi barang pada umumnya, keinginan seller untuk menjual, dan keinginan buyer untuk membeli dengan barang yang sudah jelas wujudnya. Kalau tidak, kita akan terperangkap dalam konsep tawarruq yang sudah diaplikasikan oleh banyak bank syariah baik itu dinegara tetangga maupun dibelahan dunia lainnya baik itu timur tengah ataupun eropa.
Ketiga; harus ada perpindahan kepemilikan (transfer of ownership). Hal ini juga menjadi perhatian penting ketika terjadi sebuah transaksi terutama transaksi komoditi syariah. Komoditi yang menjadi objek perdagangan harus betul-betul berpindah kepemilikan dari penjual kepada pembeli tanpa ada embel-embel apapun. Jika tidak, kita akan terjebak kepada konsep bay’ al-inah dimana disana tidak terjadinya perpindahan kepemilikan dan implikasinya si pembeli harus menjual kembali barang itu dengan harga yang lebih rendah untuk mendapatkan uang tunai.
Keempat; bisa dikirim ke pembeli jika di inginkan. Hal ini untuk menyatakan bahwasanya komoditi yang ditransaksikan dikomoditi syariah ini adalah barangnya ril dan berwujud, ada perpindahan kepemilikan yang jelas, maka dari itu jika ini betul, maka ketika terjadi permintaan dari pembeli untuk mengirimkan komoditi tersebut ke tempat yang dia inginkan. Maka kewajiban penjual adalah mengantarkan komoditi tersebut ke pembeli dengan ketentuan yang berlaku, baik itu berapa hari komoditi ini bisa sampai ke tangan pembeli, dan berapa cost yang dikenakan kepada pembeli. Dalam diskusi dengan JFX mereka menyebutkan bahwasanya pengiriman komoditi akan memakan waktu lima hari akan tetapi belum menyebutkan berapa cost yang harus ditanggung apakah hitungannya per Kg ataukah per barrel dan sebagainya. Semoga hal ini sudah menjadi bahan presentasi pihak JFX yang kemarin belum sempat disampaikan.
Kelima; barangnya harus bernilai sesuai dengan harga pasar. Hal ini sangatlah penting, karna kita tidak menginginkan konsep tawarruq yang ada diluar diterapkan di Negara kita tercinta ini yang notabene paling syariah dari aspek shariah compliance sebuah produk. Jika tidak, kita hanya memperdagangkan sesuatu asset yang mana nilainya tidak sesuai dengan harga pasar masa itu. Meskipun kita juga bisa memakai supply dan demand dari komoditi tersebut, akan tetapi ini harus dilandaskan dengan penghargaan yang jelas.
Keenam; lokasi komoditi nya harus diketahui. Poin ini juga sangat penting, karna kita tidak mungkin memperdagangkan sesuatu yang kita tidak tau dimana letak barang itu. Hal ini mungkin harus diawasi oleh dewan pengawas syariah JFX dan memastikan bahwasanya barang tersebut ada di kota A, bertempat di pabrik B, kecamatan C di kilang X. dikarnakan, dalam pengesahan Bursa Suq al-Sila’ mereka memastikan dulu lokasi CPO-CPO yang akan diperdagangkan di Bursa Malaysia dan berapa banyaknya, baru boleh diperdagangkan secara online.
Ketujuh; barangnya harus halal dan boleh menurut undang-undang. Hal ini juga telah menjadi poin utama di fatwa DSN No. 82 ketika mengesahkan fatwa ini, supaya tidak melanggar undang-undang Negara indonesia dan sesuai dengan syariah.
Kedelapan; harus jelas jenis, kualitas dan kuantitas yang diperdagangkan. Poin ini juga menjadi syarat utama dalam fatwa ini, dikarnakan untuk menghilangkan gharar dari sebuah transaski. Jikalau jenis, kualitas dan kuantitasnya diketahui, maka gharar ini akan berpindah dari gharar fakhish (gharar yang besar) menjadi gharar yasir (gharar yang kecil) yang diperbolehkan dalam syariah. Seperti layaknya pembolehan Bay’ Salam yang awalnya tidak boleh, akan tetapi dibolehkan dengan syarat sebagaimana disebutkan dalam hadis, salam dibolehkan asal jenis, kualitas dan kuantitasnya diketahui dan waktu pengirimannya ditetapkan.
Kesembilan; tidak boleh dipergunakan untuk keperluan individual. Hal ini untuk menghindari masuknya komoditi syariah ini kepada produk konsumen yang mana akan menyebabkan produk ini tidak dipakai sesuai pada kepentingannya. Jikalau masuk ke pembiayaan individual, takutnya praktek tawarruq atau komoditi murabahah yang ada  diluar akan di implementasikan di industri perbankan syariah indonesia.
Kesepuluh; komoditi yang diperdagangkan harus siap guna, bukan yang masih diolah. Ketentuan ini adalah untuk memastikan bahwasanya kita tidak memperdagangkan sesuatu yang tidak bisa digunakan oleh pembeli. Jangan sampai dalam transaksi komoditi syariah ini menjual sesuatu yang masih diolah sehingga akan menghambat pengiriman ketika sang pembeli menginginkan supaya komoditi ini dikirimkan kepadanya.

Penutup
Dengan hadirnya fatwa DSN-MUI No 82  ini diharapkan menjadi sebuah langkah baru bagi bank syariah untuk mengembangkan sayapnya lebih lebar lagi akan tetapi tetap pada koridor-koridor yang telah ditetapkan oleh syariah. Diharapkan dengan lahirnya fatwa baru ini, target bank syariah 5% bisa tercapai insya allah. Apalagi ditambah dengan peran penting bank syariah dalam mengedukasi publik dengan terus memberikan support disetiap acara-acara seminar yang bisa menambah wawasan masyarakat tentang bank syariah.
Disisi lain, dalam implementasi produk Bursa Berjanga Jakarta ini harusnya diawasi oleh orang-orang yang kredibel dari aspek syariah dan faham bagaimana bursa komoditi syariah berjalan. Terutama mereka-mereka yang telah mempunya pengalaman dalam hal perdagangan komoditi syariah. Sehingga kedepannya tidak kita temui lagi dewan pengawas syariah hanya memasang nama disana tanpa mempunya ilmu yang mumpuni. Sehingga pengawasan atas jalannya transaksi ini diserahkan penuh kepada BBJ atau JFX.
Maka dari itu, untuk mengoptimalkan peran Dewan Pengawas Syariah haruslah betul-betul diteliti background study dan pengalamannya sehingga orang percaya bahwasanya ini diawasi oleh orang-orang yang kompeten dibidangnya tanpa melihat nama besar akan tetapi kurang ahli di bidang ini. Wallahua’lamu bisshawab

Oleh: H.M. Iman Sastra Mihajat, LC, PDIBF, MSc Fin
Penulis adalah Dosen Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah di Universitas Al Azhar Indonesia, Konsultan Asuransi Shariah, Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah Zakirah Group, Trainer Fikih Muamalah on Islamic Banking and Finance Di Iqtishad Consulting MES, R&D WakafPro99 Dompet Dhuafa Jawa Barat, Kandidat Ph.D Islamci Banking and Finance (IIiBF) International Islamic University Malaysia.
Penulis juga Faculty Member (Trainer) Keuangan Syariah di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI).

Sumber: Majalah Sharing Edisi September 2011

Popular Posts