Wednesday, November 30, 2011

Islamic Structured Product: Inovasi Baru di Industri Keuangan Syariah


Islamic Structured Product: Inovasi Baru di Industri Keuangan Syariah
Oleh: H.M. Iman Sastra Mihajat, Lc, PDIBF, MSc Fin
(Faculty Member ICDIF-LPPI, Sekretaris DPP IAEI 2011-2015)

Dalam beberapa bulan terakhir ini, banyak sekali produk-produk baru yang bermunculan di industri keuangan syariah. Salah satu contohnya adalah komoditi syariah yang diluncurkan oleh bursa berjangka Jakarta untuk memenuhi produk manajemen likuiditas bagi perbankan syariah yang mengalami surplus ataupun deficit dalam keuangan mereka. Hal ini berjalan seiring dengan majunya industri perbankan syariah tanah air yang makin ke depan makin melihatkan taringnya sebagai lembaga yang kokoh, inovatif, dan menjawab semua tantangan dan permintaan dari para nasabahnya.
Diwaktu yang sama, salah satu produk yang sangat hangat di perbincangkan di bursa keuangan syariah international saat ini adalah Islamic Structured Product. Apalagi Produk ini sangat diinginkan oleh investor muslim yang ingin merasakan aroma baru dalam berinvestasi. Produk baru ini ditawarkan trainingnya oleh CERT Malaysia Pada acara Kuala lumpur Islamic Finance Forum KLIFF 2011 bulan October kemarin di Hotel Istana Kuala Lumpur. Peserta Training ini meliputi praktisi di asuransi syariah, perbankan syariah dan pasar modal syariah dan juga akademisi keuangan syariah. Konsep yang ditawarkan dalam produk ini adalah bagi para investor yang ingin mem-protect capital mereka sehingga tidak terjadi loss di kemudian hari. Dimana keuntungan dari investasi ini berdasarkan dari presentasi investasi mereka di bursa yang sangat beresiko. Jikalau hasil investasi di pasar yang sangat beresiko ini menguntungkan, maka sang investor ataupun fund manager akan menghasilkan keuntungan, jikalau merugi, maka sang pemilik modal masih akan mendapatkan capital mereka kembali tanpa ada keuntungan sepeserpun.
Untuk pasar keuangan syariah di Indonesia, penulis rasa produk ini sangat diharapkan bagi industri yang bergerak dalam investasi dan juga lembaga zakat, wakaf, infak dan sadaqah, lembaga reksadana syariah, BUMN seperti pertamina, PLN, TELKOM, yang ingin berinvestasi jangka panjang tapi tidak mempengaruhi keutuhan modal mereka dimasa mendatang dengan menstruktur investasi tersebut dengan beberapa akad transaksi (hybrid contract). Biasanya, di luar negri produk ini diprioritaskan kepada investasi yang berskala besar dan berjumlah milyaran rupiah hingga triliunan. Negara-negara yang sudah mengaplikasikan produk ini adalah, Malaysia, UK, Kuwait, Dubai, Bahrain, Qatar, Saudi Arabi dll. Tahun ini, salah satu perusahaan yang bergerak di Investasi ini yaitu di Bahrain dimana mereka telah close dengan happy ending yang menghasilkan keuntungan sampai dengan 50%. Tentu untuk kedepannya model investasi ini dapat dikembangkan di tanah air sehingga produk di industri keuangan syariah bertambah terus dengan kemajuan zaman.
Maka dari itu, melihat dari potensi pasar indonesia yang sangat besar sekali, maka produk ini harus dikembangakan oleh perbankan syariah untuk memfariasikan lebih banyak lagi inovasi produk perbankan syariah. Akan tetapi ada beberapa isu dan tantangan yang  akan dihadapi dalam menstruktur produk ini, salah satunya adalah bagaimana mengelola risiko di investasi yang sangat tinggi risikonya.

Pengenalan Islamic Structured Product
Secara general ia adalah CPPI (Constant Proportion Portfolio Insurance) dimana modal dasar diproteksi dengan berinvestasi di fix return murabahah contract (kontrak syariah yang pendapatannya fix) dan sisanya untuk di investasikan diequitas dan surat-surat berharga lainnya. Biasanya, akad yang dipakai untuk struktur yang kedua ini adalah wa’d (janji), dua janji, dan ‘urbun untuk menggantikan option conventional yang ada di derivative market untuk tujuan pemaksimalan keuntungan. Wa'd digunakan ketika membuat, misalnya, instrumen forward FX, dan bisa juga menggunakan Islamic Total Return Swap (ITRS). ITRS dapat dengan mudah digunakan untuk membuat structured product yang kompleks sekalipun. Terakhir, Malaysia sendiri telah membuat Islamic Credit Default Swap (CDS-i) yang digunakan untuk mengelola fix dan floating income mereka, tentunya CDS-i yang mereka struktur tidak seperti CDS yang ada di conventional market akan tetapi lebih kepada Islamic Profit Rate Swap (IPRS).
 Dalam pendfinisian, structured product mungkin agak sulit untuk didefinisikan, karna ia bisa berbagai macam struktur digunakan. Sama seperti hedge fund, hal ini juga di ungkapkan oleh George Soros ketika ditanya disalah satu forum international conference di Amerika, beliau menjawab, secara definisi saya tidak bisa mendefinisikan, karna ini berbagai macam struktur yang dilakukan. Akan tetapi kita bisa melihat apa saja feature didalam Structured Product ini. Situs www.answer.com mencoba mendefinisikan structured product yaitu: “Name covering a broad range of new investment products, many with proprietary names or acronyms that combine two or more financial instruments at least one of which must be a derivative”, nama yang mencakup berbagai macam produk investasi baru, termasuk beberapa nama umum atau singkatan yang menggabungkan dua atau lebih instrumen keuangan setidaknya salah satu instrumennya ada derivative. Selain itu, wikipedia mencoba mendefinisikan dengan “synthetic investment instrument specially created to meet specific needs that cannot be met from the standardized financial instruments available in the market” yaitu sintetik instrumen investasi khusus diciptakan untuk memenuhi kebutuhan khusus yang tidak dapat dipenuhi oleh instrumen keuangan standar yang tersedia di pasar.
Menurut Securities Commission, para 1.03, (a) dan (b): mengatakan bahwasanya structured product adalah setiap produk investasi yang masuk dalam kategori sekuritas dibawah SC act yang menyediakan kepada pemegangnya ekonomi, legal atau minat atas sebuah asset (underlying asset) dan nilainya itu diambil dari harga atau nilai dari underlying asset tersebut. Sedangkan kata underlying asset itu sendiri berarti setiap sekuritas, index, currency, komoditas atau asset lainnya atau kominasi beberapa asset. Di Indonesia, Bank Indonesia mencoba memberikan definisi sendiri ia mengatakan, Structured Product adalah bentuk produk keuangan non konvensional yang merupakan penggabungan antara dua atau lebih instrumen keuangan, berupa instrumen keuangan non-derivatif dan derivatif1 atau derivatif dan derivatif.
Kalau kita perhatikan keempat defisini tersebut, bagi yang belum mempunyai pengetahuan tentang produk perbankan dan pasar modal, maka agak sulit membayangkan seperti apa produk ini. Yang berarti sebenarnya ini susah untuk didefinisikan

Fitur Structured Product dan Contohnya di Pasar Konvensional
Untuk mengetahui lebih mendalam lagi, minimal kita harus mengetahui fitur apa saja yang dimiliki oleh structured product ini.
Pertama, ini adalah produk investasi yang tidak mempunyai kemiripan dengan asset tertentu atau standar instrumen keuangan.
Kedua, ia adalah kombinasi instrumen keuangan  dua atau lebih yang salah satunya adalah derivative, untuk menciptakan produk yang terstruktur atau yang di kemas sesuai dengan keinginan investor.
Ketiga, keuntungan dari investasi ini ia link kepada performa underlying asset atau terbenchmark ke suku bunga, pasar ekuitas, komoditas, corporate credits, pasar valas, real estate atau instrumen keuangan lainnya,
Keempat, beberapa structured product ia menawarkan fitur modal terproteksi (capital protection), baik seluruhnya atau sebagiannya.
Ada beberapa instrumen structured product yang sudah biasa di kenal di pasaran konvensional, yaitu Interest Rate-linked Notes, Equity-linked Notes, FX and Commodity-linked Notes, Hybrid-linked Notes, Bond Linked Notes, Index Link Notes, Currency Link Notes, Commodity (contract) Linked Notes, dan Credit Linked Notes.

Islamic Structured Product
Pembahasan mengenai Islamic structured product adalah pembahasan yang sangat sensitive bagi beberapa ulama di timur tengah dan Negara lain khususnya Pakistan. Sebagian dari ulama sangat keras untuk tidak menggunakan produk ini karna ada instrumen derivative didalamnya. Salah satu contohnya adalah syeikh taqi usmani, beliau sangat menolak adanya instrumen Islamic derivative. Karna didalam Islamic structured product ini kita akan menggunakan instrument Islamic derivative yang secara struktur sangat berbeda dengan conventional derivative. Pernah disuatu forum syeikh taqi usmanin ini ditanya dengan salah seorang audience tentang pandangannya mengenai Islamic derivative, beliau langsung spontan menolaknya dan tidak ingin merespon pertanyaan tersebut. Dengan lantang beliau mengatakan, “simpan kembali pertanyaan anda, kecuali nanti saya menemukan Islamic riba, baru saya akan menjawab”.
Ada beberapa hal yang harus dibedakan dari conventional dan Islamic, pertama dari akad yang digunakan dan itu akan berimplikasi berbedanya cara treatmentnya, sama seperti dahulu diawal-awal perbankan syariah muncul, pembiayaan yang ada di konvensional dan syariah sama saja, akan tetapi ia akan berbeda ketika sudah ada akad didalamnya. Kedua, struktur dan fitur yang ada di instrumen tersebut, misalnya didalam future dan forward yang ada di konvensional derivative dan yang ada di salam secara sekilas mirip, akan tetapi masing-masing memiliki struktur dan fitur tersendiri, didalam akad salam, uang pembelian dibayarkan penuh di depan, sedangkan barangnya diantar dimasa yang akan datang (3 bulan, 6 bulan misalnya), sedangkan di futures dan forwards, barang diantar dikemudian hari, sedangkan harga barangnya juga dibayar ketika jatuh tempo dengan membayar premium. Konsep inilah yang melanggar ketentuan-ketentuan syariah. Karna didalam fikih muamalah kita tidak boleh mengakhir dua aspek dalam jual beli sekaligus, yaitu harga dan barang (laa yajuuzut ta’jil albadalain).
Sedangkan didalam Islamic structured product, struktur yang digunakan ketika memakai konsep Islamic derivative tidak akan menangguhkan harga dan barang sekaligus. Dalam tatatan Islamic structured product biasanya diawal investasi antara investor dengan fund manager adalah wakalah atau mudharabah, pada level investasinya bisa menggunakan konsep tawarruq (komoditi murabahah syariah), membeli beberapa saham terbaik, memakai Islamic option yang memakai akad wa’d dan ‘urbun. Sedangkan proteksi modal hal ini dapat dijamin oleh induknya atau lembaga penjamin.
Contoh Simpel Islamic Structured Product
dalam model pertama diatas, struktur yang sangat simple untuk Islamic structured product dimana fund manager akan mengelola dana dari client (investor) dalam jangka waktu 3 tahun misalnya dengan modal investasi Rp 100 milyar, 10% dari dana tersebut misalnya (10 milyar) akan dignakan untuk investasi yang tinggi risiko untuk pemaksimalan keuntungan, sedangkan 90% nya (90 milyar) di investasikan di fix income instrumen seperti sukuk atau surat berharga syariah Negara yang mana dalam 3 tahun jumlah yang akan didapat senilai 100 milyar.
Cotoh kedua adalah yang dilakukan oleh Bank HSBC Amanah. Produk ini disebut dengan HSBC Amanah Equity-Linked Structured Investment-i. dimana investor menunjuk HSBC sebagai mudharib untuk menginvestasikan dana mereka dalam waktu 3 tahun dimana 10% dari dana investor itu mereka belikan ke equity option, sedangkan 90% nya mereka belikan ke fix income instrument yaitu NIDC (Negotiable Islamic Debt Certificate).
Contoh ketiga adalah yang dilakukan oleh Bank CIMB. Mereka menyebut structured productnya dengan Islamic All-Stars Restricted Mudharabah Structured Investment-i (Islamic All-Stars-CIMB Islamic). Produk ini menggunakan akad mudharabah muqoyyadah antara client dengan bank CIMB, dimana 90% dari dana investasi tersebut di investasikan di fix income instrument dan 10% dipakai untuk membeli index all-stars dengan konsep bay ‘urbun.
Contoh model terakhir adalah yang dilakukan oleh Maybank Islamic untuk menarik dana dari masyarakat dengan investasi minimum diatas Rp 5 juta rupiah, akad yang dipakai antara client dan Maybank Islamic adalah Mudharabah. Dimana 90% dana tersebut dibelikan ke NIDC untuk proteksi modal dan 10%nya akan diinvestasikan ke beberapa underlying asset dengan konsep wa’d seperti, London Metal Exchange (LME) Copper Spot dan Chicago Board of Trade (CBOT) wheat spot.
Keempat model diatas adalah sebagai contoh awal ketika kita ingin menstruktur produk untuk bank syariah di Indonesia. Ada produk hybrid yang bisa kita tawarkan lebih jauh lagi yang mana ini bisa dilakukan melalu forum-forum diskusi atau bahkan training. Ke depan diharapkan ada model baru yang akan dikembangkan untuk penstrukturan produk untuk lembaga zakat dan wakaf di indonesia ini sehingga bisa menjadi modal pengembangan dana mereka dimasa mendatang.
Isu-isu Syariah dan Legal Dalam Islamic Structured Product
Ada beberapa isu syariah yang menjadi bahan diskusi dalam Islamic structured product, petama, ketika si fund manager membeli index, sebenarnya apa yang dibeli oleh fund manager? Kedua, jika kita asumsikan si fund manager ini membeli asset tersebut, apakah dia betul membeli asset ini yaitu real asset atau cuma asset kosong? Ketiga, berapa sebenarnya nominal yang di investasikan ke investasi yang berisiko tinggi tadi? Keempat, bisakah credit dari perusahaan tersebut dijadikan underlying asset?
Selain isu syariah, ada isu legal yang sekarang masih menjadi bahan diskusi di dunia international, yaitu rata-rata hukum yang dianut dibeberapa Negara sekarang adalah kalau tidak mengacu pada civil law, ia akan mengacu kepada common law. Sedangkan ada beberapa Negara seperti Saudi Arabia dan Dubai tidak mempunya law ini. Mereka memiliki law sendiri tanpa nama yang mereka atur sendiri dalam mengatur tata Negara mereka. Jadi jika terjadi permasalahan kedepannya didalam investasi ini, pertanyaannya adalah, bisakah kita menuntut mereka di pengadilan?

Terakhir, Untuk lebih memperdalam lagi, alangkah lebih baiknya jika diadakan training mengenai Islamic structured product dan bagaimana industri perbankan syariah bisa mengambil pelajaran dari beberapa model yang telah diterapkan di beberapa Negara, sehingga inovasi produk bank syariah terus menunjukkan kemapanannya dalam menghadapi era yang semakin modern ini sehingga persaingan dengan bank konvensional trus digencarkan. LPPI sebagai lembaga pengembangan perbankan termasuk syariah dalam waktu dekat bisa mengembangkan training dan workshop untuk membahas masalah ini. Wallahu a’lam

Penulis adalah Faculty Member (Trainer) Keuangan Syariah di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). Beliau juga Aktif sebagai Sekretaris Ikatan Ahli Ekonomi Islam (DPP IAEI Pusat), selain itu, beliau juga Dosen Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah di Universitas Al Azhar Indonesia, Konsultan Asuransi Shariah, Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah Zakirah Group, Trainer Fikih Muamalah on Islamic Banking and Finance Di Iqtishad Consulting MES, R&D WakafPro99 Dompet Dhuafa Jawa Barat, Kandidat Ph.D Islamci Banking and Finance (IIiBF) International Islamic University Malaysia.


Popular Posts