Monday, January 24, 2011

Mencari Keadilan di http://us.suarapembaca.detik.com/read/2009/12/15/091206/1260163/471/mencari-keadilan

Mencari Keadilan 
HM Iman Sastra Mihajat LC PDIBF - suaraPembaca


Jakarta - Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia sering dihebohkan oleh tingkah laku para penegak hukum di Indonesia yang 'terkesan' lebih mementingkan orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan uang. Masyarakat sangat terusik dengan kejadian-kejadian yang menimpa masyarakat kecil. Palu hukum dengan mantapnya menindak mereka tanpa melihat berbagai faktor yang ada.

Sedangkan bagi koruptor mereka yang mempunyai uang dan kekuasaan palu hukum terlihat lamban menindaknya. Malah terkesan mengulur-ulur waktu untuk menghukum. Padahal di sisi lain bukti dan saksi sudah cukup jelas untuk menindak mereka. Lalu kenapa para penegak hukum lebih memilih untuk 'diam' daripada bertindak cepat menindaklanjuti bukti dan saksi yang sudah ada.

Nah, di sini muncul pertanyaan. Permasalahan dalam hukum yang ada di Indonesia sekarang ini apakah bersumber dari tidak memadainya sistem hukum kita ataukah bersumber dari manusia-manusianya yang kurang terdidik secara 'moral'. Di bawah ini saya akan beropini membandingkan bagaimana cara hukum Indonesia dan hukum syariah (Islam) dalam menyelesaikan kasus yang serupa.

Kasus Nenek Minah dengan Tiga Buah Kakau

Hukum Mencuri 3 Buah Kakao dalam Hukum Indonesia. Nenek minah (55) yang berasal dari Dusun sidoarjo Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas ini harus menghadapi masalah hukum hanya karena tiga buah kakao yang nilainya hanya Rp 2,000. Kejadian ini disebabkan karena dia mengambil 3 buah kakao milik PT RSA 4, dan perbuatan ini diketahui oleh mandor. Perbuatan itu pun dilaporkan kepada polisi.

Terhitung sejak 19 Oktober 2009 kasus pencurian kakao yang membelit nenek Minah telah ditangani pihak Kejaksaan Negeri Purwokerto. Dia didakwa telah mengambil barang milik orang lain tanpa izin. Yakni memetik tiga buah kakao seberat 3 kg dari kebun milik PT Rumpun Sari Antan 4. Berapa kerugian atas pencurian itu? Rp 30,000 menurut jaksa. Atau Rp 2,000 di pasaran.

Akibat perbuatannya itu Nenek Minah dijerat pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dengan ancaman hukuman enam bulan penjara.

Hukum Mencuri 3 Buah Kakao dalam Hukum Islam. Dibandingkan dengan hukum Indonesia hukum Islam sangat berbeda dalam mengambil tindakan. Islam tidak serta merta menindak si pelaku pencurian, tapi melihat dulu, siapa yang mencuri (anak-anak, dewasa, orang tua, atau orang tidak waras)? Apa yang dicuri (barang berharga atau bukan)? Apakah sudah mencapai Had (batasan sang pencuri harus dihukum) ataukah belum?

Dalam hukum Islam, seseorang yang mencuri, maka hendaklah dipotong tangannya, sesuai dengan ayat yang tertera dalam Kitab Suci Al-Quran: "Pencuri lelaki dan pencuri perempuan hendaklah kamu potong tangannya sebagai balasan pekerjaan, dari siksaan daripada Allah, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (Surah Al- Maidah ayat 38).

Akan tetapi, tidak semua pencuri dalam Islam dipotong tangannya. Harus mencapai had yang telah ditentukan sebagaimana sabda Rasulullah SAW sebagai penerang dari yang masih umum-dalam Al Quran (Tabyiinul Khusus) dalam Sabda Rasulullah SAW yaitu sebagai berikut: "Tidak dipotong tangan seseorang pencuri itu kecuali seperempat dinar atau lebih daripada nilai uang mas" (Riwayat Bukhari Muslim).

Satu dinar kurang lebih sama dengan 4,5 gram emas. Jadi, seperempat dinar nilainya sekitar 1,125 gram emas. Kalau dirupiahkan menjadi 1,125 x 353,000 = 397,125 rupiah. Jadi, untuk membawa Nenek Minah ke palu pengadilan masih jauh dari pantas. Maka hukum Islam menganjurkan untuk diselesaikan secara kekeluargaan, dengan memberika takzir kepada Nenek Minah.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kasus pencurian. Ciri-ciri, pertama, memindahkan secara bersembunyi harta alih dari jangkauan atau pemilikan tuannya. Kedua, pemindahan harta itu tanpa persetujuan tuannya. Ketiga, pemindahan harta itu dengan niat untuk menghilangkan harta tadi dari jangkauan atau pemilikan tuannya.

Selanjutnya hal yang harus diperhatikan adalah, "siapa?" Ada tiga pihak yang tidak dikenakan kasus, 1. Anak-anak, 2. Orang gila, 3. Orang yang di bawah paksaan. Sedangkan untuk kasus Nenek Minah, yang mencuri jauh dari had-nya. Tidak perlu dimejahijaukan. Akan tetapi cukup dengan tkazir atau peringatan.

Kasus Korupsi

Dalam kebanyakan kasus korupsi yang ada di Indonesia sedikit dari mereka yang dihukum berat. Padahal, mereka terbukti menyalahgunakan kekuasan dan wewenang. Dengan mencuri uang rakyat yang nilainya miliaran rupiah bahkan lebih. Akan tetapi palu hukum hanya memberi hukuman yang tidak menimbulkan efek jera kepada para koruptor ini. Ironis sekali.

Sedangkan Nenek Minah (55) yang hanya mencuri 3 buah kakao yang nilainya hanya Rp 2,000 bisa dihukum 1-6 bulan. Bagaimana kalau koruptor yang korupsi miliaran rupiah, dan membuat Negara ini menjadi collapse?

Seharusnya dihukum berlipat-lipat dari hukuman Nenek Minah. Puluhan tahun atau pun penjara seumur hidup. Itulah hukum yang setimpal untuk para koruptor yang membuat negara ini hancur. Dihukumnya para pejabat yang cuma 1-5 tahun, ini tidak akan memberikan efek jera sedikit pun. Baik bagi pelaku atau pun bagi para koruptor yang sedang beraksi.

Apalagi dengan masih berkeliarannya Anggoro dan Anggodo yang terungkap dalam rekaman yang dibuka oleh MK. Akan tetapi mereka masih berkeliaran dengan bebas dan tanpa ada aksi yang berarti dari para penegak hukum. Sedih memang sedih. Masyarakat sekarang pesimis dengan para penegak hukum. Jadi kepada siapa lagi mereka harus mengadu untuk menuntut keadilan.

Maka dari itu di sini saya ingin membandingkan bagaimana jika kita memakai hukum Islam. Dalam hukum Islam koruptor yang sudah terbukti mengambil uang rakyat, yang nilainya ratusan juta, bahkan miliaran atau lebih, itu sudah jelas hukumannya. Adalah dipotong tangannya. Memang keliatan sadis. Tapi, ini akan menimbulkan efek jera kepada pelaku maupun orang lain. Mereka akan berfikir beribu-ribu kali untuk mengkorupsi uang rakyat karena hukumannya tidak tanggung-tanggung.

Akan tetapi bila dibandingkan dengan hukum yang mereka terima akhir-akhir ini, para koruptor malah semakin berani, karena mereka berfikir hanya akan dihukum beberapa tahun, Tapi, setelah itu dia bisa menikmati masa tua dengan uang miliaran rupiah hasil korupsi mereka. Akibatnya, para penguasa berlomba-lomba untuk mencuri uang rakyat, karena nanti bisa bermain mata dengan para penegak hukum.

Masukan 

Hukum Indonesia juga harus berkaca kepada bagaimana hukum Islam menindak para pencuri. Dimulai dari, pertama, berapa jumlah yang mereka curi, alasan mengapa mereka mencuri, dan siapa yang mencuri. Jika jumlah yang mereka curi hanya sebatas ribuan rupiah, maka tidak perlu hakim sampai turun tangan. Cukup diselesaikan dengan cara kekeluargaan saja. Apalagi jika hanya mencuri semangka dan pisang, yang nilainya hanya beberapa ribu rupiah.

Kedua, melihat dari aspek alasan orang tersebut mencuri, kalau seseorang hanya mencuri nasi bungkus untuk dimakan karma kelaparan, atau dia mencuri makanan tersebut untuk mempertahankan hidupnya, maka menurut hukum Islam orang ini tidak berhak diadili, karena masuk dalam kategori dharoruriyyat. Seorang muslim yang lapar, apalagi hanya untuk memenuhi kebutuhan perutnya untuk bertahan hidup, maka ia tidak perlu dihukum.

Ketiga, kita harus melihat juga, siapakah yang mencuri ini. Apakah masih anak-anak di bawah umur (baligh), orang dewasa, atau pun orang tua yang sudah renta. Hal ini harus dijadikan sebagai pertimbangan juga. Jika yang mencuri adalah anak kecil yang belum baligh maka ksusnya tidak perlu sampai ke pengadilan karna dia masih di bawah pengawasan orang tua sehingga hal ini bisa diselesaikan secara baik-baik.

Berbeda kalau hal ini dilakukan orang dewasa yang sudah mengerti akan baik-buruknya sebuah tindakan dan mengerti konsekuensinya. Demikian juga apabila sang pencuri ini orang gila atau pun mencuri karena paksaan atau pun ancaman maka ia tidak dapat diadili.

H.M. Iman Sastra Mihajat, LC, PDIBF
Master Student of Finance
Kulliyah of Economics and Management Sciences
International Islamic University Malaysia
(+60) 17 2542253

Hukuman Mati Untuk KORUPTOR!


Oleh: H.M. Iman Sastra M, LC, PDIBF, MSc, Fin

Pendahuluan
Kasus korupsi di Indonesia akhir-akhir ini terus mencuat dimedia masa, semakin hari semakin terlihat bahwasanya korupsi di Indonesia sudah pada tahap stadium akhir, seakan-akan para pelaku tidak pernah kapok dan jera dengan hukuman yang diberikan oleh hakim dan undang-undang yang berlaku. Maka dari itu, kita memerlukan ide khusus dan masukan yang cemerlang bagaimana agar para koruptor yang ada sekarang ini jera terhadap tindakan yang telah mereka lakukan dan memberikan efek kepada yang lain untuk tidak melakukan hal tersebut karena hukuman yang akan dijatuhkan sangat berat.
Hukuman mati adalah satu usulan dari para praktisi hukum dan publik yang mengaca pada Negara China dan Negara lainnya yang telah melaksanakan hukuman mati untuk para koruptor. Akibatnya, tingkat korupsi di Negara panda ini menurun dari tahun ke tahun dan memberikan kontribusi yang baik terhadap kemajuan ekonomi, meskipun hukuman yang terbilang sadis dan melanggar hak asasi manusia ini mengundang pro dan kontra dari berbagai kalangan. Adapun yang kontra berpendapat bahwasanya hukuman mati ini belum tentu akan menjamin berkurangnya korupsi di Indonesia, disisi lain bahwasanya jika hukum mati ini diterapkan, maka ini akan melanggar hak hidup sebagai warga Negara Indonesia. Adapun yang pro, mereka berpendapat bahwasanya jikalau hukuman mati ini diterapkan dinegara kita tercinta ini, maka mereka menjamin (mengaca pada Negara-negara yang telah sukses menerapkan hukuman mati) bahwasanya tingkat korupsi di Indonesia akan menurun karena para pelaku korupsi akan berfikir ulang untuk melakukan korupsi dikarenakan oleh hukuman yang akan mereka terima adalah mati.
Korupsi yang makin meraja-lela akhir-akhir ini dengan banyak merebaknya berbagai kasus, dari kasus Gayus Tambunan yang selalu diangkat dimedia massa sampai mafia-mafia kasus dikejaksaan dan POLRI membuat gerah banyak kalangan. Terutama kasus Gayus Tambunan yang menimbulkan dibuatnya 1 juta facebookers menolak membayar pajak sampai dengan berbagai masyarakat yang menyebut pegawai pajak sebagai maling. Belakangan ini terkuat lagi mafia pajak di Surabaya yang disebut sebagai Gayus kedua dan banyak kasus lagi yang mungkin belum terungkap. Merebaknya kasus mafia pajak ini tidak lepas dari ‘nyanyian’ mantan Kabareskrim Susno Duaji di media massa sehingga Polri dibuat gerah dengan statement-statement beliau. Sehingga Kapolri mau tidak mau harus menguak kasus-kasus yang melibatkan bawahan-bawahannya di Polri.
Sekarang permasalahannya adalah, bagaimana memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi, mafia-mafia hukum dan peradilan di kejaksaan maupun Polri. Sehingga, hukuman ini ditakuti oleh para koruptor dan akan berfikir seribu kali untuk melakukan tindak pidana ini?

Hukuman Korupsi Dalam Pandangan Islam
Islam sebagai agama yang kaffah selalu memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan. Islam menyentuh semua aspek kehidupan, dari yang kecil hingga yang besar, dari masalah politik, ekonomi hingga masalah keluarga sekalipun. Tak luput pula, Islam juga mengatur berbagai hukuman pidana yang dilakukan pada makhluk didunia ini dan itu telah tercantum dalam al-Quran dan al-Sunnah. Permasalahan sekarang adalah, bagaimana cara Islam menghukum para koruptor, apakah hukuman ini akan memberikan efek yang jerah kepada pelaku? Kita juga bisa mengaca pada sejarah pada zaman Rasulullah ketika hukuman ini diberlakukan, apakah meraih kesuksesan ataupun gagal, ataupun malah menambah tingkat pencurian pada saat itu.
Dalam al-Quran Allah menjelaskan dalam surat al-Maidah: 38;
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi maha bijaksana.”
Meskipun hukuman pencuri sudah Qoth’i (tetap) dalam al-Quran ini, ada hal-hal yang perlu diperhatikan ketika hukum ini akan dilaksanakan, tidak semua pencuri dihukum potong tangan, akan tetap dilihat dari berbagai aspek, pertama apakah pelaku sudah mencapai baligh, kedua apakah yang dicuri tersebut sudah mencapai nishabnya (1/4 dinar), yang ketiga apakah motif pencurian tersebut tidak dalam kondisi ‘dharurah’ (mendesak) dan terakhir adalah apakah saksi-saksi sudah cukup dan bisa dipercaya. Keempat aspek ini harus benar-benar diperhatikan sebelum menindak pelaku pencuri. Karna kalau ketiga hal ini tidak terpenuhi, maka sang hakim tidak berhak menjatuhkan hukuman potong tangan kepada pelaku, sang hakim hanya bisa memberikan peringan ataupun ‘ta’dib’ (pembelajaran) kepada pelaku supaya hal itu tidak ia laksanakan lagi.
Hal ini pernah dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra tatkala ada seorang pencuri yang ketahuan telah mencuri sesuatu, dan pada saat itu sang Khalifah tidak melaksanakan potong tangan. Seakan-akan kalau kita lihat secara sepintas, sang Khalifah telah melanggar ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah dalam nash al-Quran, akan tetapi keputusan ini diambil oleh Khalifah dikarenakan ada faktor lain yang tidak menunjang pemberlakuan hukuman ini. Setelah diinvestigasi, ternyata sang pelaku mencuri barang tersebut dikarenakan dalam kondisi terdesak, beliau dalam tiga hari sudah tidak makan dan tidak punya uang untuk membeli makanan. Maka dari itu, tidak dibenarkan jikalau hukuman potong tangan dilayangkan kepada sang pencuri ini.
Selanjutnya adalah, bagaimana memotong tangan sang pencuri ketika sudah ditetapkan sebagai tersangka dan syarat-syarat potong tangan sudah terpenuhi. Nah disini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Jabir ibn Abdullah:
Seorang pencuri dibawa kepada Muhammad, Ia berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja tangannya. Oleh karenanya tangan kanan pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk kedua kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja kakinya. Oleh karenanya kaki kiri pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk ketiga kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja tangannya. Oleh karenanya tangan kiri pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk keempat kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja kakinya. Oleh karenanya kaki kanan pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk kelima kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Akhirnya kami membawa pencuri itu pergi dan membunuhnya. Kami kemudian menyeret dia dan memasukkan dia dalam sebuah sumur dan melempari batu kepadanya.”
Mengambil kesimpulan dari hadis diatas, bahwasanya pencuri dipotong tangan kanannya, jika mencuri kedua kalinya, dipotong kaki kirinya, ketiga kalinya dipotong tangan kirinya, keempat kalinya dipotong kaki kanannya, jika masih mencuri lagi, maka hukuman mati baru dilaksanakan.

Efek Jera
Pro dan kontra terhadap hukuman mati masih menjadi sebuah perbincangan yang hangat baik dimedia masa maupun ditelevisi. Maksud dari tulisan ini adalah untuk memberikan kontribusi bagaimana cara memberikan hukum kepada para koruptor dan memberikan efek jera kepada para pelaku.
Menurut pemahaman penulis, selama yang diterapkan ini adalah hukum buatan manusia tanpa mengacu pada al-Quran dan al-Sunnah dari sang pencipta alam ini, maka efek jera akan jauh dari realisasi. Oleh sebab itu, daripada kita pro dan kontra terhadap hukuman mati yang mencuat akhir-akhir ini, mari kita kembali kepada ketentuan sang pencipta yang lebih tau segalanya bagaimana mengurus muka bumi ini dengan baik. Oleh sebab itu, alangkah baiknya undang-undang tentang hukuman bagi pencuri maupun koruptor itu mengacu pada al-Quran dan al-Sunnah. Karna apa yang telah Allah tetapkan itu adalah yang terbaik.
Ini bisa kita analogikan misalnya perusahaan Toyota mengeluarkan mobil Toyota Avanza sekaligus dengan bagaimana tata cara perawatannya. Jikalau kita mengikuti ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Toyota, maka mobil ini akan terawat dengan baik dan tahan lama. Akan tetapi jikalau kita memakai buku buatan perusahaan lain yang tidak sesuai dengan mesin yang didalamnya, misalnya menambahkan onderdil yang tidak sesuai dengan dengan Toyota, maka mobil ini tidak akan tahan lama dan akan cepat hancur.
Maka dari itu, hukuman potong tangan untuk para koruptor adalah lebih baik diterapkan daripada hukuman penjara dan hukuman mati.

Kesimpulan
Dari pembahasan diatas bisa kita simpulkan bahwasanya hukuman mati bukanlah satu-satunya solusi untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan kepada yang lain untuk tidak melakukan korupsi.
Oleh sebab itu, kembali kepada ketentuan yang telah ditetapkan Allah dalam al-Quran dan dilengkapi dengan al-Sunnah dari sabda Rasulullah SAW adalah pilihan terbaik untuk mengurangi tingkat korupsi di Indonesia ini.



H.M. Iman Sastra M, LC, PDIBF
Mahasiswa Doktoral di Islamic Banking and Finance, International Islamic University Malaysia
Researcher  ISEFID (Islamic Economic Forum for Indonesian Development).

Sunday, January 23, 2011

Learn to Appreciate (Belajar Menghargai dan Berterimakasih)

Let us Learn to appreciate by reading this story………..really heart 
wrenching moment. 


One young academically excellent person went to apply for a managerial 
position in a big company. 
He passed the first interview; the director did the last interview, made 
the last decision. 

The director discovered from the CV that the youth's academic achievements 
were excellent all the way, from the secondary school until the 
postgraduate research, never had a year when he did not score. 

The director asked, "Did you obtain any scholarships in school?" the youth 
answered "none". 

The director asked, " Was it your father who paid for your school fees?" 
The youth answered, "My father passed away when I was one year old, it was 
my mother who paid for my school fees. 

The director asked, " Where did your mother work?" The youth answered, "My 
mother worked as clothes cleaner. The director requested the youth to show 
his hands. The youth showed a pair of hands that were smooth and perfect. 

The director asked, " Have you ever helped your mother wash the clothes 
before?" The youth answered, "Never, my mother always wanted me to study 
and read more books. Furthermore, my mother can wash clothes faster than 
me. 

The director said, "I have a request. When you go back today, go and clean 
your mother's hands, and then see me tomorrow morning.* 

The youth felt that his chance of landing the job was high. When he went 
back, he happily requested his mother to let him clean her hands. His 
mother felt strange, happy but with mixed feelings, she showed her hands 
to the kid. 

The youth cleaned his mother's hands slowly. His tear fell as he did that. 
It was the first time he noticed that his mother's hands were so wrinkled, 
and there were so many bruises in her hands. Some bruises were so painful 
that his mother shivered when they were cleaned with water. 

This was the first time the youth realized that it was this pair of hands 
that washed the clothes everyday to enable him to pay the school fee. The 
bruises in the mother's hands were the price that the mother had to pay 
for his graduation, academic excellence and his future. 

After finishing the cleaning of his mother hands, the youth quietly washed 
all the remaining clothes for his mother. 

That night, mother and son talked for a very long time. 

Next morning, the youth went to the director's office. 

The Director noticed the tears in the youth's eyes, asked: " Can you tell 
me what have you done and learned yesterday in your house?" 

The youth answered, " I cleaned my mother's hand, and also finished 
cleaning all the remaining clothes' 

The Director asked, " please tell me your feelings." 

The youth said, 
Number 1, I know now what is appreciation. Without my mother, there would 
not be the successful me today. 
Number 2, by working together and helping my mother, only I now realize 
how difficult and tough it is to get something done. 
Number 3, I have come to appreciate the importance and value of family 
relationship. 

The director said, " This is what I am looking for to be my manager. 
I want to recruit a person who can appreciate the help of others, a person who knows the sufferings of others to get things done, and a person who  would not put money as his only goal in life. You are hired. 

Later on, this young person worked very hard, and received the respect of 
his subordinates. Every employee worked diligently and as a team. The 
company's performance improved tremendously. 

A child, who has been protected and habitually given whatever he wanted, 
would develop "entitlement mentality" and would always put himself first. 
He would be ignorant of his parent's efforts. When he starts work, he 
assumes that every person must listen to him, and when he becomes a 
manager, he would never know the sufferings of his employees and would 
always blame others. For this kind of people, who may be good 
academically, may be successful for a while, but eventually would not feel 
sense of achievement. He will grumble and be full of hatred and fight for 
more. If we are this kind of protective parents, are we really showing 
love or are we destroying the kid instead?* 

You can let your kid live in a big house, eat a good meal, learn piano, 
watch a big screen TV. But when you are cutting grass, please let them 
experience it. After a meal, let them wash their plates and bowls together 
with their brothers and sisters. It is not because you do not have money 
to hire a maid, but it is because you want to love them in a right way. 
You want them to understand, no matter how rich their parents are, one day 
their hair will grow gray, same as the mother of that young person. The 
most important thing is your kid learns how to appreciate the effort and 
experience the difficulty and learns the ability to work with others to 
get things done. 

You would have forwarded many mails to many and many of them would have 
black mailed you too...but try and forward this story to as many as 
possible...this may change somebody's fate... Don’t you think so……………… 

About Me


I was born in Sendawar village Bengkulu Sumatra Indonesia in July 17th, during my Childhood I spent my time in the farm and river. I start Education when I was five years old in Taman Kanak Kanak Padang Jati Bengkulu, I start my elementary School at SD 40 Bengkulu from 1989-1995, and my Secondary School at Islamic Boarding School al-Mukmin Solo from 1995-2001, I start my Education journey when I was accepted in Al-Azhar University Cairo Egypt in 2002, from this old university, I learn much about Shariah how it is applied in Law, Banking, Finance, Medical etc. Hence my Interested are in Islamic Banking and finance, I finished my study in 2006 with 3 years and 8 months). I continued to postgraduate study in Institute of Islamic Banking and Finance (IIBF) International Islamic University Malaysia in 2007, from this study, I learn much about the issues in islamic banking and finance. However, I start seeing my weaknesses in the are of conventional finance, so in 2008 I took the Second Master in finance to learn in deep about conventional one. after I accomplished my Msc. Finance, I continue my Ph.D in 2010 to learn more about the issues in Islamic Banking and finance, either in the sense of products or services.
My Activity is more on research regarding the issues in islamic banking and finance, teaching, giving training and lecturer, and presenting and speaker in international conference.


additional

I Have Given Training on Islamic Banking, Islamic Insurance, and Islamic Capital Market in Indonesia to low level management until high level management. I have been wrote many articles in well known Indonesian Newspaper and Magazines relating to islamic economic, banking and finance, insurance, capital market and so on. since my popularity increase from time to time, many universities in Indonesia invite to be a speaker in national seminar, international conference, Public Lecture or Stadium general in many provinces in Indonesia. my experience in Islamic Banking and Takaful help me so much in explaining the issues in Islamic finance since i do have background in sharia, i can mitigate the gap between theory and practice. other than that, I also active in sending research paper in many international conference in the world such as Sudan, Iran, Indonesia, Malaysia and so on. my last position in PT Takaful Indonesia as Sharia Compliance Group where I assist President Director of PT Takaful Keluarga and PT Takaful Umum in ensuring the all products in the market comply with sharia, and structure the product in accordance with sharia with actuaries and product department. My Expertise in Sharia such as Fiqh Muamalah, Ushul Fiqh, Qowaid al Fiqhiyyah help me so much in understanding Islamic Finance (Insurance, Banking and Capital Market) in very deep manner. Therefore, many Islamic Bank in Indonesia invite to speak about Islamic Finance, Conduct Training as well as become a consultant for certain issues. in the future, I wan to be  Islamic Finance Expert who hold good position as decision maker in islamic finance industries such as Director or President Director for Big Islamic Bank in the World, a part from that, i will wrote many books and articles in many journal and magazine, so that islamic finance will be understood by whole people in the world regardless what religion they believe.

Popular Posts