Monday, January 24, 2011

Hukuman Mati Untuk KORUPTOR!


Oleh: H.M. Iman Sastra M, LC, PDIBF, MSc, Fin

Pendahuluan
Kasus korupsi di Indonesia akhir-akhir ini terus mencuat dimedia masa, semakin hari semakin terlihat bahwasanya korupsi di Indonesia sudah pada tahap stadium akhir, seakan-akan para pelaku tidak pernah kapok dan jera dengan hukuman yang diberikan oleh hakim dan undang-undang yang berlaku. Maka dari itu, kita memerlukan ide khusus dan masukan yang cemerlang bagaimana agar para koruptor yang ada sekarang ini jera terhadap tindakan yang telah mereka lakukan dan memberikan efek kepada yang lain untuk tidak melakukan hal tersebut karena hukuman yang akan dijatuhkan sangat berat.
Hukuman mati adalah satu usulan dari para praktisi hukum dan publik yang mengaca pada Negara China dan Negara lainnya yang telah melaksanakan hukuman mati untuk para koruptor. Akibatnya, tingkat korupsi di Negara panda ini menurun dari tahun ke tahun dan memberikan kontribusi yang baik terhadap kemajuan ekonomi, meskipun hukuman yang terbilang sadis dan melanggar hak asasi manusia ini mengundang pro dan kontra dari berbagai kalangan. Adapun yang kontra berpendapat bahwasanya hukuman mati ini belum tentu akan menjamin berkurangnya korupsi di Indonesia, disisi lain bahwasanya jika hukum mati ini diterapkan, maka ini akan melanggar hak hidup sebagai warga Negara Indonesia. Adapun yang pro, mereka berpendapat bahwasanya jikalau hukuman mati ini diterapkan dinegara kita tercinta ini, maka mereka menjamin (mengaca pada Negara-negara yang telah sukses menerapkan hukuman mati) bahwasanya tingkat korupsi di Indonesia akan menurun karena para pelaku korupsi akan berfikir ulang untuk melakukan korupsi dikarenakan oleh hukuman yang akan mereka terima adalah mati.
Korupsi yang makin meraja-lela akhir-akhir ini dengan banyak merebaknya berbagai kasus, dari kasus Gayus Tambunan yang selalu diangkat dimedia massa sampai mafia-mafia kasus dikejaksaan dan POLRI membuat gerah banyak kalangan. Terutama kasus Gayus Tambunan yang menimbulkan dibuatnya 1 juta facebookers menolak membayar pajak sampai dengan berbagai masyarakat yang menyebut pegawai pajak sebagai maling. Belakangan ini terkuat lagi mafia pajak di Surabaya yang disebut sebagai Gayus kedua dan banyak kasus lagi yang mungkin belum terungkap. Merebaknya kasus mafia pajak ini tidak lepas dari ‘nyanyian’ mantan Kabareskrim Susno Duaji di media massa sehingga Polri dibuat gerah dengan statement-statement beliau. Sehingga Kapolri mau tidak mau harus menguak kasus-kasus yang melibatkan bawahan-bawahannya di Polri.
Sekarang permasalahannya adalah, bagaimana memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi, mafia-mafia hukum dan peradilan di kejaksaan maupun Polri. Sehingga, hukuman ini ditakuti oleh para koruptor dan akan berfikir seribu kali untuk melakukan tindak pidana ini?

Hukuman Korupsi Dalam Pandangan Islam
Islam sebagai agama yang kaffah selalu memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan. Islam menyentuh semua aspek kehidupan, dari yang kecil hingga yang besar, dari masalah politik, ekonomi hingga masalah keluarga sekalipun. Tak luput pula, Islam juga mengatur berbagai hukuman pidana yang dilakukan pada makhluk didunia ini dan itu telah tercantum dalam al-Quran dan al-Sunnah. Permasalahan sekarang adalah, bagaimana cara Islam menghukum para koruptor, apakah hukuman ini akan memberikan efek yang jerah kepada pelaku? Kita juga bisa mengaca pada sejarah pada zaman Rasulullah ketika hukuman ini diberlakukan, apakah meraih kesuksesan ataupun gagal, ataupun malah menambah tingkat pencurian pada saat itu.
Dalam al-Quran Allah menjelaskan dalam surat al-Maidah: 38;
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi maha bijaksana.”
Meskipun hukuman pencuri sudah Qoth’i (tetap) dalam al-Quran ini, ada hal-hal yang perlu diperhatikan ketika hukum ini akan dilaksanakan, tidak semua pencuri dihukum potong tangan, akan tetap dilihat dari berbagai aspek, pertama apakah pelaku sudah mencapai baligh, kedua apakah yang dicuri tersebut sudah mencapai nishabnya (1/4 dinar), yang ketiga apakah motif pencurian tersebut tidak dalam kondisi ‘dharurah’ (mendesak) dan terakhir adalah apakah saksi-saksi sudah cukup dan bisa dipercaya. Keempat aspek ini harus benar-benar diperhatikan sebelum menindak pelaku pencuri. Karna kalau ketiga hal ini tidak terpenuhi, maka sang hakim tidak berhak menjatuhkan hukuman potong tangan kepada pelaku, sang hakim hanya bisa memberikan peringan ataupun ‘ta’dib’ (pembelajaran) kepada pelaku supaya hal itu tidak ia laksanakan lagi.
Hal ini pernah dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra tatkala ada seorang pencuri yang ketahuan telah mencuri sesuatu, dan pada saat itu sang Khalifah tidak melaksanakan potong tangan. Seakan-akan kalau kita lihat secara sepintas, sang Khalifah telah melanggar ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah dalam nash al-Quran, akan tetapi keputusan ini diambil oleh Khalifah dikarenakan ada faktor lain yang tidak menunjang pemberlakuan hukuman ini. Setelah diinvestigasi, ternyata sang pelaku mencuri barang tersebut dikarenakan dalam kondisi terdesak, beliau dalam tiga hari sudah tidak makan dan tidak punya uang untuk membeli makanan. Maka dari itu, tidak dibenarkan jikalau hukuman potong tangan dilayangkan kepada sang pencuri ini.
Selanjutnya adalah, bagaimana memotong tangan sang pencuri ketika sudah ditetapkan sebagai tersangka dan syarat-syarat potong tangan sudah terpenuhi. Nah disini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Jabir ibn Abdullah:
Seorang pencuri dibawa kepada Muhammad, Ia berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja tangannya. Oleh karenanya tangan kanan pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk kedua kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja kakinya. Oleh karenanya kaki kiri pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk ketiga kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja tangannya. Oleh karenanya tangan kiri pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk keempat kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Orang2 berkata: Rasulullah, ia hanya melakukan pencurian! Kemudian Nabi berkata: Jadi potong saja kakinya. Oleh karenanya kaki kanan pencuri tersebut dipotong. Pencuri itu dibawa untuk kelima kalinya dan Nabi berkata: Bunuh saja dia. Akhirnya kami membawa pencuri itu pergi dan membunuhnya. Kami kemudian menyeret dia dan memasukkan dia dalam sebuah sumur dan melempari batu kepadanya.”
Mengambil kesimpulan dari hadis diatas, bahwasanya pencuri dipotong tangan kanannya, jika mencuri kedua kalinya, dipotong kaki kirinya, ketiga kalinya dipotong tangan kirinya, keempat kalinya dipotong kaki kanannya, jika masih mencuri lagi, maka hukuman mati baru dilaksanakan.

Efek Jera
Pro dan kontra terhadap hukuman mati masih menjadi sebuah perbincangan yang hangat baik dimedia masa maupun ditelevisi. Maksud dari tulisan ini adalah untuk memberikan kontribusi bagaimana cara memberikan hukum kepada para koruptor dan memberikan efek jera kepada para pelaku.
Menurut pemahaman penulis, selama yang diterapkan ini adalah hukum buatan manusia tanpa mengacu pada al-Quran dan al-Sunnah dari sang pencipta alam ini, maka efek jera akan jauh dari realisasi. Oleh sebab itu, daripada kita pro dan kontra terhadap hukuman mati yang mencuat akhir-akhir ini, mari kita kembali kepada ketentuan sang pencipta yang lebih tau segalanya bagaimana mengurus muka bumi ini dengan baik. Oleh sebab itu, alangkah baiknya undang-undang tentang hukuman bagi pencuri maupun koruptor itu mengacu pada al-Quran dan al-Sunnah. Karna apa yang telah Allah tetapkan itu adalah yang terbaik.
Ini bisa kita analogikan misalnya perusahaan Toyota mengeluarkan mobil Toyota Avanza sekaligus dengan bagaimana tata cara perawatannya. Jikalau kita mengikuti ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Toyota, maka mobil ini akan terawat dengan baik dan tahan lama. Akan tetapi jikalau kita memakai buku buatan perusahaan lain yang tidak sesuai dengan mesin yang didalamnya, misalnya menambahkan onderdil yang tidak sesuai dengan dengan Toyota, maka mobil ini tidak akan tahan lama dan akan cepat hancur.
Maka dari itu, hukuman potong tangan untuk para koruptor adalah lebih baik diterapkan daripada hukuman penjara dan hukuman mati.

Kesimpulan
Dari pembahasan diatas bisa kita simpulkan bahwasanya hukuman mati bukanlah satu-satunya solusi untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan kepada yang lain untuk tidak melakukan korupsi.
Oleh sebab itu, kembali kepada ketentuan yang telah ditetapkan Allah dalam al-Quran dan dilengkapi dengan al-Sunnah dari sabda Rasulullah SAW adalah pilihan terbaik untuk mengurangi tingkat korupsi di Indonesia ini.



H.M. Iman Sastra M, LC, PDIBF
Mahasiswa Doktoral di Islamic Banking and Finance, International Islamic University Malaysia
Researcher  ISEFID (Islamic Economic Forum for Indonesian Development).

No comments:

Post a Comment

Popular Posts