Saturday, July 30, 2011

BRidging the Gap antara Teori Dan Praktek Industri Keuangan Syariah


BRidging the Gap antara Teori Dan Praktek Industri Keuangan Syariah

E-mailPrintPDF
Pendahuluan
Teori dan konsep dalam sistem keuangan syariah masih terbilang baru. Termasuk istilah-istilah yang dipakai kebanyakan berasal dari dua bahasa, yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Berbeda dengan konsep keuangan konvensional yang murni berasal dari bahasa inggris dikarenakan penyusunan konsep perbankan konvensional yang ada sekarang berasal sepenuhnya dari Negara barat. Karena penyusunan risk management, basel, good corporate governance, pengembangan produk-produk perbankannya di design oleh mereka, jadi wajar jikalau yang digunakan rata-rata adalah bahasa inggris.
Akan tetapi jika masuk dalam konsep dan system perbankan syariah, banyak hal-hal baru yang harus kita pelajar lagi yang mana hal ini mungkin belum pernah dibahas detail oleh keilmuan sebelumnya. Jikalau stakeholder perbankan syariah tidak update dengan istilah-istilah yang dipakai dan isu-isu yang berkembang, maka akan terjadi gap antara teori dan praktek.
Seperti yang diketahui, dalam konsep, system dan produk yang ada di industri perbankan syariah banyak sekali menggunakan bahasa arab yang ini merupakan sebuah tantangan bagi kalangan pemain industri perbankan syariah untuk belajar dan meng-update ilmu mereka sehingga tidak terjadi miss-persepsi antara keuangan syariah dan konvensional. Dalam hal ini tidak hanya menyesatkan sang pemain sendiri, akan tetapi menyesatkan seluruh stakeholder yang ada termasuk praktisi lain yang ingin tahu dan belajar dari dia, akan tetapi juga sang nasabah yang bertanya kepada pemain ini sehingga muncullah pandangan bahwasanya konsep, system dan produk perbankan syariah sama saja dengan konvensional.
Dari pihak akademisi pun juga demikian. Masih banyak sekali terjadi kesalahpahaman dari para akademisi yang mengaku ingin memiliki perbankan syariah secara ideal dengan menggunakan bahasa fikihnya akan tetapi tidak menguasai betul bagaimana hukum syariah melihat sebuah produk dan system ini. Kadangkala masih kita temui seorang professor yang katanya ahli dalam syariah, akan tetapi pemahamannya dalam syariah ketika melihat sebuah masalah tidak layak disebut seorang professor syariah. Salah satu contoh beliau mengatakan bahwasanya “tidak syariah jikalau dalam transaksi muamalah itu, profitnya dulu diambil sedangkan modalnya diambil dikemudian hari”. Sedangkan, didepan sekali kaidah fikih sudah menjelaskan dalam muamalah hukumnya segala muamalah itu adalah boleh kecuali jikalau terdapat larangan didalamnya. Sedangkan konsep ini tidak ada larangannya dalam syariah. Terkadang seseorang itu masih menghukumi sesuatu dengan akal dan logika, bukan bersandarkan pada metode pengambilan hukum yang ditetapkan dalam syariah (al-quran, sunnah, ijma’, qiyas, ijtihad, mashalih mursalah, istihsan, istishab, qaul shahabi, syar’un man qoblana).
Dari pihak akademisi konvensional pun kadang-kadang masih terdapat kesalahfahaman dalam memahami perbankan syariah dan prakteknya dilapangan. Masih banyak dari akamedisi konvensional ini melihat syariah itu secara sempit, padahal tidak pernah belajar syariah seakan-akan apa yang dikatakannya adalah syariah. Dan yang sangat menyedihkan lagi, ini diajarkan oleh mereka-mereka di kelas-kelas syariah, sehingga terciptalah kesalahpahaman dalam mempelajari ekonomi syariah.
Kalau kita lihat sekarang pun, menjamurnya pembukaan S2/master dalam keuangan dan ekonomi syariah tidak diikuti dengan sumber daya manusia yang kompeten dan kuat. Sehingga ada salah satu universitas ternama di Indonesia membuka S2 shariah banking akan tetapi yang mengajar tetap orang konvensional, tanpa menyertakan tenaga ahli yang berkompeten dalam bidang ekonomi syariah. Termasuk kenyataan yang ada sampai saat ini, kita masih banyak mendapati pelajaran-pelajaran yang ada di S2 ekonomi dan keuangan syariah ini di ajar oleh orang yang bukan ahlinya, seperti professor tarbiyah, yang bisa berbahasa Arab, diberikan ruang untuk mengajarkan fikih muamalah, maka akan terjadilah kerancuan dalam memahami fikih muamalah.
Dan hal yang paling menyedihkan lagi yang harus kita telan adalah, ketika seseorang dengan jurusan keuangan syariah, akan tetapi banyak hal yang belum didapatkan mengenai keuangan syariah, seperti konsep riba, gharar, iwad dalam perbankan syariah, sekuritisasi asset, konsep bay’ al-dayn, risk management, shariah governance dalam perbankan syariah, dan banyak lagi yang seharusnya mereka sudah menguasai ini karena lulusan Islamic finance, akan tetapi pada kenyataannya keluar dari S2 ini mereka masih jauh dari harapan.

Pelajaran Dari Negara Tetangga Malaysia
Kalau kita mau belajar dari Negara tetangga Malaysia, sekarang gap antara teori dan praktek bisa dikatakan telah terselesaikan masalahnya. Penyebab utama mungkin pada perkembangan perbankan syariah di Malaysia menjadi pusat dari perbankan syariah global. Yang kedua yang menjadi penyebabnya adalah, para akademisi mereka sangat update dengan mengikuti training-training perbankan syariah meskipun sudah mendapat gelar doctor, trus belajar, dan bahkan bertanya kepada para praktisi mengenai konsep prakteknya sebuah produk keuangan syariah itu dilapangan tanpa malu-malu.
Maka dari itu, wajar jikalau SDM mereka banyak dipakai di dunia international dan menduduki sebagai dewan pengawas syariah di beberapa lembaga keuangan syariah di berbagai Negara, termasuk Eropa, Timur Tengah bahkan Asia, dan termasuk menjadi penasehat dalam pasar modal syariah yang ada seperti Dowjones, FTSE, Standard & Poor dll. Dan kehebatan mereka dalam penguasaan asuransi syariah, keuangan syariah bahkan pasar modal syariah tidak dapat diragukan lagi.
Mungkin kita sudah biasa mengenal nama-nama international syariah advisor yang duduk di banyak bank syariah international seperti, Prof. Dr. Daud Bakar, Dr. Aznan Hasan, Dr. Asyraf Wajdi, mereka hampir sejajar dengan Syeikh Taqi Usmani, Syeikh Nizham Yaqubi dan banyak lagi. Hal ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi kita supaya dewan syariah Indonesia juga bisa menduduki kursi-kursi international syariah advisor.

Dimana Dewan Syariah Indonesia?
Kalau dilihat dari sumber daya manusia yang ada di Indonesia, kita tidak kalah bahkan kita bisa lebih hebat dari mereka. Akan tetapi masih ada permasalahan unik di Indonesia ini, bagi orang-orang yang sudah duduk di atas dan di kenal secara nasional enggan meng-update ilmunya, jadi sangat terlihat ketika ada sebuah forum international dimana disana ada orang Indonesia dan Malaysia, ternyata pembicara Indonesia yang sudah ternama ini ilmunya masih umum sekali. Jadi wajar saja kalau tidak di pakai untuk menduduki dewan pengawas syariah di perbankan global.
Dilihat dari SDM-nya lagi, Indonesia ketika mereka kuliah di berbagai Negara di belahan dunia hampir selalu mengharumkan nama bangsa. Mereka bahkan dipercayai sesuatu yang tidak dipercayakan kepada orang local. Pertanyaannya adalah kemana mereka-mereka ini yang seharusnya bisa memperbaiki ekonomi bangsa.
Kembali ke bahasan di atas, dimana dewan syariah Indonesia kita ketika sangat diperlukan orang-orang yang ahli dalam syariah dan keuangan. Di Indonesia masih banyak sekali terdapat orang-orang yang ahli syariah ini dan duduk di dewan syariah di industri perbankan syariah masih belum menguasai bagaimana bagaimana system dan keuangan syariah itu berjalan, meskipun ada beberapa orang yang expert, akan tetapi masih banyak diduduki oleh orang-orang yang tidak berkompeten untuk duduk disana.
Bahkan diduduki oleh orang-orang yang hanya punya background konvensional dan bisa duduk disana karena skripsi atau thesis dia berkaitan dengan keuangan syariah. Sangat disayangkan sekali penilaian orang-orang yang duduk disini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Jangankan paham bagaimana pengambilan sebuah hukum syariah secara baik, justru akan menciptakan ketidaknyamanan di industri perbankan syariah.

Isu-isu Dalam Komoditi Murabahah
Produk yang hangat dibicarakan sampai saat ini adalah tawarruq atau dikenal juga dengan nama komoditi murabahah. Banyak orang yang menyayangkan kenapa Indonesia masih terus tertinggal dan tidak mengimplementasikan produk ini, padahal dari aspek syariah pun tidak ada masalah. Ada beberapa orang yang berargumen bahwasanya konsep yang ada di tawarruq ini tidak sesuai dengan syariah pada prakteknya dengan alasan yang tidak jelas.
Kalau hanya berargumen pada ketidak-syariah-an praktek tawarruq dan komoditi murabahah di beberapa lembaga keuangan syariah di dunia international, maka itu terlalu sempit untuk disimpulkan. Seharusnya hal itu menjadi pelajaran bagi Indonesia supaya tidak menjalankan konsep tawarruq dan komoditi murabahah tidak seperti itu. Berikan paramaters dan guidelines dalam penerbitan produk ini sehingga masalah yang terjadi di perbankan syariah international tidak terjadi di industri perbankan syariah tanah air.
Alasan yang lain yang digunakan oleh DSN MUI adalah karena komoditi murabahah ini menggunakan wakalah didalamnya. Ada masalah apa dengan wakalah? Beberapa dari mereka berargumen bahwasanya kalau ada wakalah maka itu bukan transaksi real. Come on! Dalam dunia pasar uang dan pasar modal hal itu sudah menjadi sebua adat adanya broker sebagai wakil dari pembeli dan penjual, karena tidak mungkin setiap orang datang ke tempat pembelian langsung, yang pastinya akan menggunakan jasa bank atau broker lainnya. Karena transaksi ini bersifat online dan diatur oleh system. Kalau kita ingin sistemnya kembali ke zaman dahulu penulis rasa ini tidak update dengan zaman dan akan menjadikan syariah itu tidak sholih likulli zaman wal makan lagi.
Untuk terus waspada dari konsep konvensional yang ingin diterapkan dalam industri keuangan syariah mungkin suatu hal yang baik, akan tetapi harus juga dilandasi dengan ilmu dan pemahaman terhadap dunia praktek juga. Kalau tidak, kita akan terus tertinggal, jangankan akan menjadi international hub dalam industri keuangan syariah, justru kita akan menjadi makanan empuk bagi Negara-negara yang sangat support dalam hal keuangan syariah.

Tidak Malu Untuk Belajar Lagi?
Seperti pengungkapan di atas, kita harus terus banyak belajar lagi terutama stakeholder di industri keuangan syariah, baik itu asuransi syariah, perbankan syariah dan pasar modal syariah. Banyak yang harus kita kuasai, seperti syariah itu sendiri, karena fondasi dari perjalanan perbankan syariah ini, dari syariah ini, kita juga berarti harus belajar bahasa arab, karena rata-rata ilmunya ditulis dalam bahasa arab. Mempelajari bahasa inggris, karena kebanyakan istilah perbankan digunakan dalam bahasa inggris. Pelajari praktek dunia perbankan syariah, pelajari filosofinya, produk-produk yang ada di keuangan syariah, bahkan cara penghitungannya pun kita harus faham. Jikalau tidak, apalagi yang duduk di dewan pengawas syariah akan memberikan dukungan yang salah karena tidak faham bagaimana cara penghitungannya.
Selain itu, mari para stakeholder industri keuangan syariah, jangan malu-malu untuk ikut training yang berkaitan dalam perbankan syariah, baik itu training fikih muamalah, training system dan operasional perbankan syariah, training pengembangan produk perbankan syariah, training sukuk dan pasar modal syariah dan lain-lain. Sehingga industri keuangan syariah bisa dijalankan dengan semestinya, sesuai dengan syariah, dan betul-betul bermanfaat bagi masyarakat Indonesia khususnya, dan bisa juga dimanfaatkan oleh dunia international pada umumnya.
Kepada para doctor dan professor, untuk terus update dan belajar kembali. Karena apa yang anda pelajari dahulu sudah harus di-update dengan ilmu yang berkembang saat ini. Jika tidak, maka anda akan menyampaikan sesuatu yang sesat kepada mahasiswa-mahasiswa anda yang akan berimplikasi panjang pada perkembangan keuangan syariah di tanah air. Tidak malu untuk ikut training-training, seminar dan majelis ilmu yang bisa memperbaiki pemahaman kita terhadap industri keuangan syariah.

Penutup
Dalam hal industri keuangan syariah tanah air, masih banyak sekali yang harus dibenahi. Terutama dari aspek pengembangan produk, kita masih jauh dari yang diharapkan. Oleh sebab itu, kekurangan ini bukan sebuah alasan kita untuk tidak memajukan industri keuangan syariah di tanah air, akan tetapi menjadi pendorong dan semangat kita untuk terus berbenah. Evaluasi kembali orang-orang yang duduk di dewan syariah baik itu di lembaga keuangan syariah maupun di nasionalnya. Karena masih banyak orang yang lebih kompeten dan layak untuk dijadikan. Sehingga industri keuangan syariah ini betul betul dikawal dengan baik oleh orang-orang yang mempunyai kapabilitas dan kompeten dibidangnya.
Sehingga dalam jangka panjang, kita akan melihat orang-orang indonesia duduk sebagai dewan pengawas syariah dilembaga-lembaga keuangan syariah di dunia international. Baik itu di industri asuransi syariah, perbankan syariah bahkan di industri pasar modal syariahnya. Sehingga untuk menjadikan Indonesia sebagai international hub dalam industri keuangan syariah bisa dicapai dengan lancar. Wallahu a’lamu bis shawab
Oleh: H.M. Iman Sastra Mihajat, LC, PDIBF, MSC
Penulis adalah Dosen Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah di Universitas Al Azhar Indonesia, Konsultan Asuransi Shariah, Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah Zakirah Group, Trainer Fikih Muamalah on Islamic Banking and Finance Di Iqtishad Consulting MES, R&D WakafPro99 Dompet Dhuafa Jawa Barat, Kandidat Ph.D Islamci Banking and Finance (IIiBF) International Islamic University Malaysia.

sumber: http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/opini/2760-bridging-the-gap-antara-teori-dan-praktek-industri-keuangan-syariah.html

No comments:

Post a Comment

Popular Posts