Thursday, May 29, 2014

RI-PAKISTAN PERLU TINGKATKAN KERJASAMA EKONOMI


PAKAR: RI-PAKISTAN PERLU TINGKATKAN KERJASAMA EKONOMI

M. Imam Sastra Mihajat PAKAR: RI PAKISTAN PERLU TINGKATKAN KERJASAMA EKONOMIJakarta, 19 Rajab 1435/18 Mei 2014 (MINA) – Ahli dalam perbankan Islam dan industri keuangan di Indonesia,Muhammad Iman Sastra Mihajat berpendapat, Indonesia dan Pakistan harus bisa lebih meningkatkan hubungan bilateral terutama di sektor ekonomi mikro.
  “Sebenarnya Indonesia dan Pakistan memiliki kesamaan dalam hal pengentasan  kemiskinan dan pengangguran. Bedanya indonesia jauh lebih maju dari Pakistan. Kedua negara  sebenarnya bisa saling belajar satu sama lain,” kata Muhamad Iman saat dihubungi MINA (Mi’raj Islamic News Agency), Ahad (18/5).
 “Pakistan juga bisa belajar dari Indonesia tentang banyak hal seperti pengelolaan BMT (Baitul Mal wat Tanwil) dan koperasi syariah. Kegiatan ini   langsung memberikan layanan pembiayaan ke sektor kecil yang kedepan mampu menekan angka kemiskinan di Indonesia sehingga diharapkan mampu menyediakan lapangan kerja yang banyak kepada masyarakat sekitar” tambahnya.
Ia juga mengatakan,Bank syariah di Pakistan juga harus belajar dengan bank syariah di Indonesia tentang bagaimana caranya memberikan layanan pembiayaan ke sektor mikro kecil. Apa saja infrastruktur yang harus disiapkan, manajemen risikonya seperti apa.
“Sebaliknya, penerapan ekonomi dan keuangan syariah termasuk sangat baik di Pakistan, apalagi didorong oleh pemerintah termasuk Bank Central Pakistan sendiri yang terus meningkatkan peran mereka dalam melayani masyarakat menengah kebawah” jelasnya.
Menurut laporannya saat ia mengisi pada acara seminar ekonomi syariah di Islamabad, Pakistan pada 5-9 Mei lalu, sebenarnya Pakistan dan Indonesia memiliki kesamaan, yaitu populasi msyarakat menengah ke bawahnya sangat mendominasi penduduk. Hanya,  Pakistan masih belum semaju Indonesia, dan penghasilan penduduknya masih dibawah rata-rata indonesia
“Permasalahan yang masih dihadapi Pakistan sekarang adalah  masih banyak bank syariah yang  enggan memasuki sektor keuangan syariah mikro” ujar Peneliti Islamic Development Bank tersebut.
“Bagusnya, Pakistan memiliki ilmuwan- ilmuwan handal di bidang keuangan syariah, sedangkan Indonesia masih belum memiliki pakar-pakar syariah setaraf tersebut. Mungkin kita bisa belajar dari mereka” katanya
Menurut  Muhammad Iman, kelebihan lain, Pakistan mempunyai orang-orang handal dibidang ekonomi dan keuangan syariah yang diakui dunia, namun kekurangannya, sistem keuangan syariah mereka masih sangat kurang melirik sektor mikro, karena mereka masih mengkhawatirkan risiko yang sangat besar dan memerlukan infrastruktur yang lebih baik lagi jika mau masuk sektor ini.
Selanjutnya ia juga menjelaskan ekonomi Syariah di Islamabad termasuk sangat baik. masyarakatnya juga sangat sadar akan pentingnya ekonomi dan keuangan syariah. layaknya di indonesia, rata-rata masyarakat Pakistan ingin berpindah dari konvensional ke syariah. akan tetapi permasalahannya adalah pemahaman terhadap konsep bank itu sendiri masih terjadi perdebatan di antara mereka. akan tetapi market share mereka masih lebih dibandingkan Indonesia.
 “Saat ini market share perbankan syariah mereka sudah mencapai 10 persen, sedangkan di Indonesia masih 4,8 persen. Bank Central Pakistan menargetkan untuk meraih 15 persen dalam 1 tahun kedepan, meskipun bagi sebagian orang ini terlalu ambisisus, akan tetapi minimal pangsa pasar bank syariah akan naik sekitar dua persen” tambahnya.
 “Cara yang mereka lakukan sama persis seperti yang dilakukan pemerintah indonesia, dengan memberikan program pembiayaan kepada rakyat kecil menengah dengan margin yang rendah dan memberikan dukungan  kepada lembaga-lemabaga keuangan mikro agar berkembang lebih pesat dan lain lain” kata Muhammad iman.
“Prospek perekenomian di Islamabad sangat baik, kedepannya jika pemerintah dan lembaga keuangan mampu menyerap sektor UMKM dengan baik, saya yakin ekonomi akan lebih baik lagi dari sekarang”tambahnya. (L/P010/EO2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)    

Saturday, May 10, 2014

Tawarruq Practice for Liquidity Management: Study Comparative Between Komoditi Syariah Indonesia and Bursa Suq Al-Sila' Malaysia

To access the journal, click link below:

MENSEJAHTERAKAN INDONESIA DENGAN PEMBIAYAAN MIKRO SYARIAH


MENSEJAHTERAKAN INDONESIA DENGAN PEMBIAYAAN MIKRO SYARIAH
Muhammad Iman Sastra Mihajat

1. Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu dari populasi negara terbesar di dunia, selain China, India, dan Amerika Serikat. Dengan memiliki 243 juta penduduk, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami tingginya jumlah angka kemiskinan. Persentase penduduk di bawah garis kemiskinan sekitar 17,75% terjadi pada tahun 2006 (BPS, 1 Juli 2009). Maka dari itu, peran lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) sangat dibutuhkan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dengan memberikan pembiayaan kepada usaha mikro dan kecil yang mampu menciptakan lapangan kerja baru untuk mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Menyediakan pembiayaan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk menciptakan bisnis, bisa mengurangi secara langsung tingkat kemiskinan di Indonesia. Karena isu-isu kemiskinan dan pengangguran merupakan tantangan terbesar yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun.
Sejumlah besar studi tentang kemiskinan menunjukkan bahwa pengecualian orang miskin dari sistem keuangan dan pelayanan merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap ketidakmampuan mereka untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi. LKMS sebagai salah satu lembaga keuangan Islam yang pada dasarnya didasarkan pada aturan syariah dan prinsip, didorong menjadi pemimpin penyaluran dana kepada orang-orang menengah ke bawah dan berpenghasilan rendah. Lembaga keuangan mikro syariah berperan sebagai fasilitator dalam menyalurkan dana kepada masyarakat menengah ke bawah melalui intermediasi sosial dan program pembiayaan berbasis kerjasama. Dana untuk penyaluran pembiayaan bisa bersumber dari sumber internal (pemilik modal) ataupun eksternal, yaitu dari zakat, wakaf tunai, infaq, dan sedekah.
Adalah sebuah keharusan jika Indonesia harus memiliki alat yang ampuh untuk mengatasi isu kemiskinan di Indonesia. Dari berbagai penelitian di dunia menyebutkan, bahwasanya penyaluran pembiayaan mikro syariah kepada masyarakat menengah ke bawah telah terbukti mampu menjadi alat untuk pengentasan kemiskinan. Karena pemasalahan yang terjadi saat ini adalah mengecualikan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah terhadap penyediaan jasa keuangan dari sistem keuangan formal. Penyediaan pembiayaan mikro Islam kepada orang miskin akan meningkatkan pendapatan rumah tangga dan keamanan ekonomi, membangun aset dan mengurangi kerentanan, menciptakan permintaan untuk barang dan jasa lainnya (terutama gizi, pendidikan, dan kesehatan), dan merangsang ekonomi lokal (Obaidullah dan Khan, 2008). Karena, Indonesia adalah negara dengan pasar terbesar mayoritas Muslim di dunia, memiliki keuangan mikro dan keuangan pedesaan sektor yang sangat kompleks yang telah berkembang selama lebih dari satu abad (Seibel, 2004). Artinya, Indonesia memiliki pengalaman yang handal dalam memberikan pembiayaan keuangan kepada golongan menengah ke bawah.
Permasalah utama yang menyebabkan terhambatnya #IndonesiaMoveOn adalah akses mereka terhadap pembiayaan yang murah lagi kompetitif. Jika kita lihat mengapa Muhammad Yunus sang penemu Grameen Bank dianugerahkan Nobel Perdamaian adalah karena ia mampu mensejahterakan masyarakat Bangladesh dengan konsep pinjaman hutang kepada masyarakat bawah, sehingga mereka semakin membaik keadaan ekonominya. Jika Indonesia bisa memberikan akses yang luas (financial inclusion) kepada masyarakat bawah, maka #IndonesiaMoveOn akan mampu untuk menjadi negara yang hebat dan bersaing dengan China dan Amerika.
Hal ini juga dilakukan dalam rangka untuk memiliki ekonomi yang baik dan kehidupan sosial Islam yang mapan dengan mendorong orang untuk melakukan bisnis dan kewirausahaan. Karena salah satu hadits disebutkan bahwa lebih dari sembilan puluh persen rizki itu diberikan kepada pengusaha. Sedangkan permasalahan utama bagi orang-orang menengah ke bawah adalah mereka tidak memiliki modal (uang) yang cukup untuk memulai bisnis dan tidak ada akses ke jasa keuangan. Sehingga, kita menghadapi masalah media informasi antara keuangan syariah terutama dengan kelompok masyarakat tidak mampu.
Oleh karena itu, kebanyakan orang miskin mengalami kesulitan untuk mengakses dana karena tidak sesuai dengan kriteria bank pada umumnya. Maka saya menawarkan skema pembiayaan mikro syariah yang baik, agar dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini. Hal ini bisa dipakai juga oleh lembaga keuangan syariah lainnya jika ingin menawarkan pembiayaa mikro syariah kepada orang miskin tanpa ribā, gharar, dan maysir.

2 . Definisi, konsep, dan peran keuangan mikro dalam sistem ekonomi
Pembiayaan mikro adalah pembiayaan kecil yang disediakan bagi masyarakat miskin dan melibatkan produk jasa keuangan lainnya seperti tabungan, asuransi, pensiun, dan layanan pembayaran (Wrenn, 2005) yang terkait dengan pembiayaan modal kerja yang disalurkan kepada pengusaha mikro dan kecil untuk kegiatan yang menghasilkan pendapatan (Guntz, 2011).
Microcredit Summit (1997) mendefinisikan keuangan mikro sebagai "program yang memberikan pembiayaan kecil kepada orang-orang yang sangat miskin untuk proyek-proyek wirausaha yang menghasilkan pendapatan yang memungkinkan mereka untuk mengurus diri sendiri dan keluarga mereka" (Rahman, 2007). Antonio (n.d.); Ascarya dan Sanrego (n.d.), mendefinisikan keuangan mikro berdasarkan klasifikasi di atas batas kredit yang diberikan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah oleh lembaga keuangan Islam. Dengan mendefinisikan klasifikasi keuangan mikro akan mampu mencapai pendapatan masyarakat miskin dan rendah, untuk membantu dan membimbing mereka dalam bisnis dan mandiri. Secara umum, pembiayaan mikro mengacu pada membuat pinjaman kecil yang tersedia untuk masyarakat miskin (terutama yang secara tradisional dikecualikan dari jasa keuangan) melalui program yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan keadaan mereka (Khan, 2008).
Inisiatif keuangan mikro menjadi lebih populer saat ini di banyak negara-negara Islam meskipun sebelumnya itu didominasi oleh sistem konvensional. Banyak artikel dan kertas kerja ditulis mengenai ide atau model tentang bagaimana untuk mengislamkan keuangan mikro.
Di antara fitur dari keuangan mikro adalah pencairan pembiayaan ukuran kecil kepada penerima baik pengusaha mikro atau masyarakat miskin dengan tujuan untuk menghasilkan pendapatan dari proyek baru atau perluasan bisnis. Biasanya, persyaratan dan kondisi pinjaman yang mudah dipahami sangat fleksibel  dengan keadaan mereka. Hal ini disediakan untuk pembiayaan jangka pendek dan pembayaran dapat dilakukan secara harian, mingguan, atau bulanan. Prosedur dan proses penyaluran pembiayaan haruslah lebih mudah dan cepat. Modal tambahan juga dapat diberikan setelah pelunasan pinjaman sebelumnya. Lembaga keuangan mikro memberikan kepada jasa keuangan yang buruk kewirausahaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi mereka. Program keuangan mikro yang baik ditandai dengan pembiayaan skala kecil, biasanya pinjaman jangka pendek, efisien, disederhanakan, pencairan cepat pinjaman berulang setelah pembayaran tepat waktu, lokasi yang nyaman, dan waktu pelayanan yang singkat (Obaidullah dan Khan, 2008) .
Misi utama dari keuangan mikro adalah untuk membantu masyarakat miskin dalam membantu diri mereka untuk mandiri secara ekonomi (Rahman, 2007). Ada beberapa penulis yang disebutkan dalam makalah mereka tentang tujuan utama dari lembaga keuangan mikro yang untuk mengentaskan kemiskinan. Hal ini secara luas diyakini bahwa program keuangan mikro akan meningkatkan pendapatan dan memperluas pasar keuangan dengan memberikan pembiayaan, antara layanan lain, untuk pengusaha kecil (Shimelles dan Zahidul, 2009). Hingga saat ini, keuangan mikro telah muncul sebagai instrumen penting untuk membantu sejumlah besar kelompok anggota masyarakat yang "unbankable", sebagai alat untuk membantu mengurangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi di bagian yang diabaikan dunia.

3 . Skema Pembiayaan
Sebagian besar lembaga keuangan mikro saat ini adalah konvensional dan berbasis kepentingan. Lembaga keuangan mikro konvensional sering dikritik karena suku bunga selangit dan sangat memberatkan bagi para pengusaha mikro dan kecil. Hal ini terutama disebabkan oleh biaya transaksi yang lebih tinggi seperti penyediaan layanan pemantauan, saran, dan asuransi kesehatan (Wilson, 2007). Namun, lembaga keuangan mikro syariah yang memberikan pelayanan kepada pengusaha mikro dan kecil masih sangat minim sekali  hanya di daerah saja. Lembaga-lembaga ini sebagian besar menggunakan format pinjaman kelompok berdasarkan dari Lembaga Keuangan Mikro konvensional. Lembaga keuangan mikro syariah juga mengalami kesulitan dalam memperoleh dana dari eksternal. Sementara beberapa dana yang tersedia dari instansi pemerintah, sering mengalami persyaratan dan kondisi yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Ada beberapa kekurangan Keuangan Mikro Islam, hanya beberapa dari mereka yang sesuai dengan syariah, terutama yang dioperasikan oleh program keuangan mikro Hodeibah Yaman, inisiatif keuangan mikro berbasis UNDP Murabahah di Jabal al-Hoss di Suriah, skema keuangan mikro berbasis Qardhul Hasan yang ditawarkan oleh Yayasan Tekun di Malaysia, skema yang ditawarkan oleh Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Islam Bangladesh (Rahman , 2007).
Berikut adalah beberapa gambaran keuangan mikro syariah di beberapa negara maju terutama di Asia Selatan dan Asia Tenggara dari Islamic Microfinance Laporan (2009). Di Pakistan, selain dari bank-bank yang menyediakan jasa keuangan mikro, ada beberapa orang dari lembaga keuangan mikro syariah sebagai nama Akhuwat dan Islamic Relief yang berbasis qard hasan dan pembiayaan murabahah. Pakistan telah mengembangkan struktur masjid berpusat unik. Tidak ada dana dari donor internasional atau lembaga keuangan. Semua kegiatan berputar di sekitar masjid dan melibatkan interaksi yang dekat dengan masyarakat. Sementara itu, di Bangladesh, sebagai negara pertama yang mengadopsi keuangan mikro, mereka menggunakan murabahah dan bay’ muajjal dalam memberikan pembiayaan. Sistem Grameen mendominasi pasar di Bangladesh, di mana ia telah banyak ditiru oleh berbagai MFOs besar dan kecil  Sistem ini dipelopori oleh Profesor Yunus pada tahun 1976, dan telah berkembang sangat pesat sejak. Di Indonesia, mereka mempertahankan konvensional / syariah sistem microbanking ganda, yang meliputi bank konvensional pedesaan (Bank Perkreditan Rakyat atau BPR) dan BPR Syariah (Bank pembiayaan Rakyat Syariah atau BPRSs). Setiap BPRS memiliki papan syariat untuk memantau kesesuaian produk untuk prinsip-prinsip Islam. Berbeda dengan banyak program keuangan mikro syariah. Malaysia mendirikan beberapa organisasi di bawah naungan instansi pemerintah untuk menyediakan keuangan mikro untuk usaha kecil dan menengah dengan menggunakan berbagai macam produk keuangan syariah. Selain lembaga keuangan, upaya juga telah dilakukan untuk mendiversifikasi sumber pinjaman untuk usaha mikro dan masyarakat miskin , yang mencakup Amanah Ikhtiar Malaysia dan pialang gadai syariah (Ar-rahnu).

4. Isu Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia
Masalah kemiskinan dan pengangguran telah menjadi musuh bagi masyarakat di seluruh dunia. Kedua isu ini, selalu menjadi logo untuk calon presiden dan kepala negara yang ingin menjadi pemimpin untuk mempromosikan dua hal ini agar mendapatkan simpati dari sebagian besar orang. Karena jika dua masalah ini diselesaikan, semua orang menjadi bahagia dan menunjukkan bahwa kepemimpinannya telah berhasil.
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), data kemiskinan di Indonesia menurun dari tahun 1998 24,23% dibandingkan tahun 2005 15,97%, dan meningkat sedikit pada tahun 2006 17,75% dan penurunan pada tahun 2007 dan 2008, 16,58% dan 15,42% (Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), No 43/07/Th . XII, Juli pertama 2009).
Pemerintah Indonesia dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan melakukan banyak program seperti memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada orang-orang miskin. Meskipun tindakan ini menurut pendapat saya bukan cara yang tepat karena tidak terlalu berdampak kepada pengurangan kemiskinan yang ada di Indonesia. Sebenarnya, kita mampu memberikan alternatif lain seperti memberikan kepada orang-orang menengah ke bawah sebuah pembiayaan yang berbasis syariah sehingga mereka bisa produktif dan menghasilkan, sehingga perputaran keuangan bisa merata ke berbagai pihak. Kegiatan usaha ini akan menghasilkan pendapatan bagi pemerintah daerah dan meningkatkan PDB untuk pendapatan nasional.
Di sisi lain, ada niat baik presiden kita (SBY) yaitu Pelita (Perencanaan lima tahun) pembangunan dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Pada saat yang sama, pertumbuhan pembangunan ekonomi nasional hanya 7% per tahun, lebih rendah dari ambang kemiskinan menjadi 8%, mengurangi tingkat pengangguran menjadi 5%, sehingga tidak mudah untuk mencapai tujuan. Untuk mewujudkan program ini, pertemuan di puncak pada tanggal 29 dan 30 Oktober telah diselenggarakan di Jakarta oleh Kamar Dagang dan Industri, dihadiri oleh lebih dari 1000 orang. Pertemuan puncak ini mengambil tema "Membuat Sejahtera, bijaksana, dan Demokrasi Indonesia." Dalam acara ini, SBY menekankan bahwa "setiap rintangan untuk meningkatkan kinerja ekonomi harus ditangani secara serius." Pernyataan ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran (Asianews.com, Oktober 2009).

5 . Keuangan Mikro Syariah
Islam adalah agama yang komprehensif mencakup semua sektor kehidupan manusia, individu, dan sosial, material dan moral, ekonomi dan politik, hukum dan budaya, nasional dan internasional. Karena tujuan dari keuangan mikro syariah adalah untuk menyalurkan dana kepada orang miskin yang membutuhkan modal untuk melakukan bisnis sesuai dengan prinsip Islam dengan mendorong orang untuk melakukan bisnis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membantu masyarakat yang mapan dan adil.
Namun pada dasarnya, praktek keuangan mikro Grameen Bank termasuk yang didirikan oleh Muhammad Yunus adalah berbasis riba. Oleh karena itu, saya mengusulkan untuk memperbesar skala keuangan mikro yang sesuai dengan syariah ke berbagai daerah kecamatan dan pedesaan yang berbasis Islami baik itu jual beli, profit, and loss sharing yang berbasis aktivitas ekonomi riil. Karena Indonesia adalah salah satu dari negara muslim terbesar di dunia dan kemiskinan dan pengangguran masih tinggi. Munculnya keuangan mikro akan menjadi alat untuk mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran.
Sebagai alternatif untuk riba', konsep jual beli dan bagi hasil adalah sebagai modus yang ideal pembiayaan dalam keuangan Islam. Diharapkan bahwa keuntungan ini dan loss sharing akan dapat secara signifikan menghapus distribusi tidak merata pendapatan dan kekayaan yang kemungkinan untuk mengendalikan inflasi sampai batas tertentu [Siddiqui, 2001]. Selain itu, keuntungan dan kerugian berbagi dapat menyebabkan alokasi yang lebih efisien dan optimal dari sumber daya dibandingkan dengan sistem berbasis bunga. Dengan demikian, akan menjamin keadilan antar pihak yang terlibat.

6. Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam Membangun Indonesia
Perkembangan perbankan dan keuangan syariah akhir-akhir ini di Indonesia meningkat secara signifikan selama beberapa tahun terakhir karena permintaan dari pelanggan sangat besar dan antusias. Menariknya lagi, rata-rata perbankan syariah banyak menfokuskan diri kepada pelayanan masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil laporan tahunan Bank Indonesia yang menunjukkan bahwasanya 70 persen lebih pembiayaan perbankan syariah disalurkan kepada rakyat kecil menengah atau mikro.
Secara umum, bank biasanya enggan memberikan pembiayaan kepada masyarakat kecil dan miskin karena risiko yang mereka hadapi lebih besar dari nasabah lain pada umumnya. Akan tetapi, hal ini ditampik oleh perkembangan perbankan syariah. Karena pada kenyataannya, nasabah mikro dan kecil lebih taat dalam melunasi kewajiban mereka.
Peran dalam pemberian pembiayaan mikro syariah kepada pengusaha mikro dan kecil bisa dilakukan oleh BMT, Koperasi Syariah, dan Lembaga filantropi lainnya seperti  #Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, PKPU, Baznas, dan lain lain. Mereka bisa menggunakan dana zakat, wakaf tunai, dan sedekah dari umat.
Sehingga jikalau para nasabah telah mampu dari aspek ekonomi, maka pendidikan anak mereka juga akan semakin tinggi. Sehingga Indonesia dalam beberapa tahun mendatang mampu mengurangi angka kemiskinan dikarenakan anak-anak bangsa telah mampu memiliki pendidikan yang lebih baik. Karena permasalahan kemiskinan disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Tentunya model pemberian pembiayaan kepada masyarakat kecil ke bawah harus baik. Karena manajemen risikonya juga harus dikelola dengan matang. Lembaga keuangan mikro syariah wajib memberikan penataran kepada para nasabahnya sehingga mereka mampu mengatur bisnis mereka dan mengelolanya dengan baik.

7. Model Keuangan Mikro
Model yang paling terkenal sampai saat ini adalah model Bank Grameen keuangan mikro yang ditemukan oleh Muhammad Yunus pada tahun 1983 pada prinsip-prinsip kepercayaan dan solidaritas. Muhammad Yunus (Guru Besar Ekonomi dari Universitas Chittagong Bangladesh), telah menemukan ide cemerlang untuk solusi terbaik dalam membantu orang miskin keluar dari kemiskinan mereka, yang kemudian tumbuh di seluruh dunia. Awalnya dimulai di Jobra, Bangladesh dan kemudian dikenal sebagai Grameen Bank, bank terbesar di Bangladesh dan organisasi kredit mikro terbesar di dunia. Grameen Bank memberikan kredit mikro untuk yang termiskin dari yang miskin di pedesaan Bangladesh tanpa jaminan. Di Grameen Bank, kredit adalah biaya senjata yang efektif untuk memerangi kemiskinan dan berfungsi sebagai katalis dalam pengembangan keseluruhan sosio-ekonomi.
Sebenarnya Bank BRI sudah memulainya duluan di tahun 1970-an. Meski awalnya mengalami banyak kesulitan, akan tetapi pada tahun 1980-an, Bank BRI berhasil membukukan keuntungan yang fantastis dan menjadi Bank komersial pertama yang fokus pada pembiayaan mikro.
Menurut Dusuki (2008), ada beberapa fitur penting dalam merancang model pemberian pembiayaan keuangan mikro syariah, di antaranya:
7.1. Mengintegrasikan Intermediasi Sosial
Intermediasi sosial dibutuhkan untuk memecahkan masalah moral hazard atau minimal menguranginya. Menurut Dusuki, 2008; Benet et al, 1996; Pitt & Khandker, 1996; intermediasi sosial adalah "sebuah proses di mana investasi dilakukan dalam pengembangan sumber daya manusia dan modal institusional, dengan tujuan meningkatkan kemandirian kelompok marjinal, menyiapkan mereka untuk terlibat dalam intermediasi keuangan formal.”
Intermediasi sosial berbeda dari jenis umum lainnya yang merupakan pelayanan kesejahteraan social. Karena menawarkan mekanisme yang memungkinkan penerima untuk menjadi klien yang harus siap untuk masuk ke dalam kontrak yang melibatkan kewajiban timbal balik. Aspek intermediasi sosial akhirnya harus mempersiapkan individu untuk masuk ke dalam hubungan bisnis yang kuat dengan lembaga keuangan formal. Proses ini biasanya melibatkan anggota pelatihan akuntansi dasar dan manajemen keuangan serta strategi bisnis untuk menjamin kelangsungan dan keberlanjutan jasa keuangan yang ditawarkan. 
7.2 Pembiayaan berbasis kelompok
Banyak lembaga keuangan mikro yang sukses di seluruh dunia mengadopsi pendekatan pinjaman berbasis kelompok memanfaatkan rekan pemantauan dan mekanisme penjaminan satu sama lain. Pendekatan berbasis kelompok biasanya melibatkan pembentukan kelompok orang yang memiliki tujuan yang sama untuk mengakses layanan keuangan. Salah satu fitur penting dari pinjaman berbasis kelompok adalah penggunaan tekanan teman sekelompok sebagai pengganti agunan. Hal ini telah terbukti secara empiris sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk monitoring. Hal ini juga mampu mengurangi biaya transaksi dalam penyaluran kredit dan pengeluaran (pencairan, monitoring, dan enforcement).
Pemberian pembiayaan sebenarnya dapat dilakukan baik secara bergiliran di kelompok tersebut atau langsung kepada per-orangnya, akan tetapi mereka  dapat bekerjasama dalam berbagai hal seperti; sharing dalam hal penjualan, sharing dalam hal pencatatan keuangan, sharing dalam mengatasi masalah dalam bisnis. Selain itu, lembaga keuangan mikro syariah juga bisa memberikan training tambahan yang berkaitan dengan pengembangan bisnis mereka untuk menjadi lebih baik lagi.
7.3 Menyimpan Mobilisasi
Tabungan adalah elemen penting dalam membangun lembaga keuangan mikro mandiri. Dengan adanya tabungan dari penerima pembiayaan mikro syariah, setidaknya mereka memiliki dana persiapan yang bisa digunakan kapan pun untuk keperluan mendesak dan mendadak. Beberapa lembaga besar seperti Bank BRI, Grameen Bank, Amanah Ikhtiar Malaysia, dan beberapa lembaga keuangan mikro telah menggunakan beberapa bentuk simpanan wajib, di mana debitur diwajibkan menyimpan sebagian dari jumlah yang mereka pinjam. Alasan di balik tabungan wajib adalah untuk mengurangi masalah moral hazard di lembaga-lembaga keuangan mikro. Karena ada banyak masalah yang saat ini terjadi di Indonesia di mana banyak BMT (satu Keuangan Mikro di Indonesia) menderita kerugian besar karena masalah moral hazard.
Selain tabungan wajib, biasanya ada juga simpanan sukarela, yaitu sebagian dari keuntungan nasabah ditabungkan untuk kebutuhan pengembangan bisnis jangka panjang.
7.4 Wanprestasi
Hal pertama dilakukan jika terjadi wanprestasi adalah lembaga keuangan mikro syariah harus memberikan tenggang waktu sehingga mereka mampu melunasinya, sebagaimana yang disarankan dalam Al-Quran. Atau konsep lainnya ketika terjadi wanprestasi oleh nasabah, tabungan nasabah di lembaga keuangan syariah tersebut dapat dijadikan uang cadangan dalam pembayaran kewajiban nasabah kepada bank. Atau cara yang paling umum adalah, mengikutsertakan nasabah ke dalam Takaful, sehingga ketika terjadi gagal bayar, maka Takaful akan menanggung seluruh kerugian yang dialami oleh lembaga keuangan mikro syariah. Maka dari itu, produk mikro Takaful menjadi tantangan baru saat ini di era keuangan syariah. 
7.5 Konsep Pembiayaan Mikro, Kerjasama Antara Bank Syariah, Lembaga Filantropi dan Koperasi
Pada dasarnya, komperasi dan lembaga filantropi bisa melakukan sendiri pembiayaan langsung kepada masyarakat menengah kebawah melalui dana yang mereka miliki seperti dana dari anggota jika termasuk koperasi atau BMT, atau dana dari zakat, sedekah, infaq, dan wakaf tunai yang diasuransikan ke Takaful. Akan tetapi, jika ingin bekerjasama dengan bank syariah dapat dilakukan dengan prosedural dibawah ini.
Prosedur dasar dalam menerapkan model keuangan mikro melalui koperasi dan lembaga filantropi seperti #Dompet Dhuafa diringkas sebagai berikut:
  1. a. Bentuk kelompok. Dalam rangka untuk mendapatkan pembiayaan, minimal harus ada empat atau lima anggota dalam kelompok yang dapat saling percaya satu sama lain. Untuk memastikan kerja sama, mereka terikat di bawah kontrak ta'awun atau kerja sama. Setiap anggota bertanggung jawab satu sama lain jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti moral hazard.
b. Pendekatan koperasi untuk mendapatkan pembiayaan, sehingga koperasi akan melaporkan kepada bank syariah kelompok yang ingin mendapatkan fasilitas.
  1. Bank syariah mentransfer dana ke koperasi dan lembaga filantropi sebagai pengelola.
  2. Koperasi akan mentransfer dana kepada anggota kelompok dan;
  3. Islamic Bank akan memberikan pelatihan mengenai manajemen, keterampilan, pelatihan aturan, dan regulasi dari bank.
  4. Kelompok ini akan membayar kembali pokok ditambah rugi laba sharing untuk koperasi dan kerugian berdasarkan kesepakatan yang dibuat dan berdasarkan kontrak yang digunakan di depan.
  5. Koperasi akan mentransfer pembayaran ke bank dan;
  6. Karena sebagian dari dana yang diambil dari zakat, sadaqah, dan wakaf, keuntungan akan dibagi menjadi satu untuk kegiatan produktif (refinancing), dan bagian dari itu akan mendistribusikan kepada yang membutuhkan untuk keperluan konsumsi.




Penutup
Tulisan ini hanyalah pembahasan singkat dalam blog saya mengenai bagaimana mensejahterakan masyarakat Indonesia dengan memberikan pembiayaan kepada masyarakat menengah ke bawah khususnya masyarakat miskin. Sehingga perekonomian mereka dapat membaik, kesehatan mereka terjamin, pendidikan anak-anak mereka juga semakin tinggi. Karena permasalahan utama bangsa ini adalah kurangnya tingkat pendidikan yang diraih oleh anak-anak bangsa.
Jika kemiskinan dapat teratasi dengan baik dengan pemberian pembiayaan mikro syariah plus pemberian training kepada mereka bagaimana berbisnis dengan baik. Maka Indonesia akan mampu menuju #IndonesiaMoveOn yang lebih baik, Indonesia yang mapan, dan mampu menyaingin negara maju lainnya seperti China, Jepang, Rusia, Jerman, dan Amerika.
Selain itu, penelitian juga harus digalakkan oleh lembaga-lembaga universitas. Karena negara-negara maju sangat menggalakkan penelitian di berbagai bidang, sehingga perekonomian mereka tumbuh dengan signifikan. Wallahua’lam bish shawab. #CJIndonesia

Muhammad Iman Sastra Mihajat, peserta dari:



Tuesday, May 6, 2014

MEMBANGUN INDONESIA EMAS DENGAN ZAKAT DAN WAKAF PRODUKTIF


MEMBANGUN INDONESIA EMAS DENGAN ZAKAT DAN WAKAF PRODUKTIF
Muhammad Iman Sastra Mihajat[1]

Kata Kunci: Kemiskinan, Pendidikan, Zakat, Wakaf Produktif

PENDAHULUAN

Permasalahan kemiskinan dan pengangguran adalah masalah yang dihadapi hampir seluruh negara di dunia ini, tanpa terkecuali. Bahkan negara maju sehebat Amerika dan Rusia mengalami hal serupa. Untuk mengatasi dua permasalahan ini dibutuhkan perhatian khusus dan ide yang cemerlang, sehingga kemiskinan dan pengangguran bisa terkurangi sedikit demi sedikit. Ketika sudah mendapatkan sebuah ide yang tepat, diperlukan pengelolaan yang professional dan good corporate governance yang baik. Sehingga terhindar dari penyalahgunaan ide yang menyebabkan proyek tersebut tersendat dan mentok bahkan gagal di tengah jalan. Untuk melaksanakan proyek ini bukanlah hal yang mudah, perlu dukungan dari berbagai pihak khususnya pemerintah yang memiliki otoritas penuh dan dukungan dari masyarakat umum secara keseluruhan.
Di Indonesia, hampir dari tahun ketahun angka kemiskinan terus meningkat. Meskipun ada beberapa lembaga yang mengklaim bahwa kemiskinan di indonesia telah mengalami penurunan. Namun sangat menyedihkan, ketika dilihat ternyata definisi miskin oleh lembaga yang sepatutnya bukan lagi miskin, akan tetapi sekelompok orang di mana untuk bertahan hidup saja sulit dengan meletakkan angka pendapatan di bawah lima ratus ribu perbulan.
Pada dasarnya, banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam menekan angka kemiskinan jikalau pemerintah benar-benar serius ingin menanganinya. Pertama, adanya orang-orang yang secara serius dan professional mengumpulkan zakat dari setiap PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang bekerja di pemerintahan, sehingga tercipta efesiensi dalam pengelolaannya. Kedua, mengakomodir wakaf (baik itu wakaf tunai atau berupa asset baik tanah maupun bangunan, baik itu temporer atau selamanya) dari masyarakat Indonesia yang dimanfaatkan untuk keperluan peningkatan ekonomi, tidak hanya terfokus pada pembangunan rumah ibadah. Ketiga, memberikan investor incentive dan kemudahan bagi yang ingin berinvestasi pada wakaf untuk dijadikan pusat bisnis, perumahan, dan lain-lain.
Hal ini sebenarnya sangat menarik bagi para investor. Karena mereka akan mendapatkan sedikitnya dua benefit dalam berinvestasi disini. Pertama, benefit di dunia, yaitu investor mendapatkan bagi hasil pengelolaan bisnis dari wakaf yang mereka berikan, ataupun nantinya bisa mereka infakkan. Sehingga banyak dari mereka akan melihat hasil yang nyata. Karena dari keuntungan ini mereka bisa menginfakkan kembali untuk keperluan pendidikan, misalnya dengan memberikan beasiswa kepada siswa-siswa terbaik bangsa yang merupakan asset untuk kemajuan bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Kedua, benefit di akhirat, pada umumnya manusia tidak hanya ingin hidup bahagia di dunia, pasti harapan mereka akan mendapatkan imbalan surga ketika nanti sudah tiada. Amal inilah yang mampu membantu mengantarkan mereka menuju surga.
Oleh karena itu, proyek ini adalah proyek yang sangat prospek untuk pembangungan bangsa Indonesia beberapa tahun mendatang. Karena potensi yang Indonesia miliki sangat banyak dengan siswa-siswa berprestasi yang tak terhitung jumlahnya. Kita bisa lihat bagaimana siswa-siswi terbaik Indonesia selalu memenangkan banyak perlombaan kelas dunia. Dari situ kita bisa memprediksi beberapa tahun kemudian jikalau proyek ini dilaksanakan dengan baik dan professional. Indonesia akan mampu menyangi negara maju seperti China, Jepang, Amerika, Rusia, dan Jerman. Sehingga #IndonesiaMoveOn, Indonesia Hebat, Indonesia Negara Super Power, Indonesia Maju, dan Indonesia Pusat Keuangan Syariah Dunia, akan tercapai.
Selain itu, untie menjadikan proyek ini menjadi lebih menarik di mata investor dalam dan luar negeri, kita dapat menggabungkannya dengan salah satu instrument pengumpulan dana yang sedang hot, yaitu sukuk. Sukuk adalah salah satu instrument fund raising yang sangat fenomenal saat ini di dunia. Sukuk adalah surat berharga syariah yang diperjualbelikan sebagai bukti kepemilikan seseorang terhadap sebuah proyek baik itu berupa asset, manfaat, ataupun service. Sehingga pihak management yang mengelola proyek betul-betul akan dituntut untuk lebih professional dari kalangan yang berpengalaman. Sehingga keyakinan para investor akan meningkat untuk berinvestasi di sini.
Peran lembaga keuangan syariah seperti perbankan syariah atau perusahaan sekuritas syariah dapat dijadikan salah satu partner dalam pengelolaan dana tersebut. Contoh, ketika proyek ini menggunakan sukuk al-intifa', bank syariah dan perusahaan sekuritas syariah bisa dijadikan sebagai SPV (Super Purpose Vehicle) untuk menerbitkan sertifikat sukuk yang nantinya bisa ditawarkan kepada investor local maupun international. Karena apabila proyek ini adalah proyek besar, tentunya dana zakat dan wakaf tidak akan mencukupi untuk menanggung semua biaya konstruksi proyek yang akan dilaksanakan. Contohnya, membangun konsep pasar modern yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, pembangunan ruko-ruko, kontruksi jalan tol, pembangunan hunian Islami yang kompetitif, dan lain lain. Oleh sebab itu, kita bisa mensekuritisasi asset wakaf yang ada dan dijual kepada investor atas manfaat dari asset tersebut. Ketika proyek tersebut selesai, konstruksi akan dikelola oleh lembaga professional dalam pengelolaan zakat dan wakaf, seperti halnya #Dompet Dhuafa dan Wakafpro99 yang ada di Bandung Jawa Barat.
Maka dari itu, sumber dana untuk menjalankan proyek ini bisa kita dapatkan dari beberapa sumber. Pertama, zakat yang ada di sebuah institusi bisa dijadikan modal tambahan daripada dana zakat tersebut idle dan tidak menghasilkan apa pun. Meskipun setiap ide ini muncul selalu tidak disepakati karena takut mengalami kerugian, akan tetapi bisa kita secure dengan mengasuransikannya ke Takaful (asuransi syariah) sebagai penjamin. Kedua, dana ini bisa diambil dari dana wakaf tunai yang tujuan pewakafnya untuk kemasalahatan umat. Karena dalam hal ini, pelaksanaan proyek bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia yan lebih maslahat dibandingkan melakukan hal lainnya. Ketiga, asset wakaf lainnya berupa tanah dan bangunan yang ada saat ini, bisa dipergunakan sebagai tempat pelaksanaan sebuah proyek bisnis yang mampu menghasilkan keuntungan. Karena tanah ini bisa bernilai tinggi jika kita mampu membangun dan mengelola dengan baik. Terakhir, adalah dana dari sukuk proceed yang didapat dari investor setelah sekuritisasi asset wakaf yang ada dan dijual kepada investor untuk pembangunan sebuah proyek (Mihajat, 2011).
Dari sini, pemerintah tidak perlu repot-repot memikirkan darimana dana untuk pelaksanaan proyek berasal. Cukup mendukung proyek ini dengan kemudahan regulasi dan pajak kepada para stakeholder yang ingin mengembangkannya.

PERAN WAKAF DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN, PEMBELAJARAN DARI NEGARA LAIN
Perlu kita akui, bahwa institusi yang dikenal sebagai pemain inti dalam sejarah dunia Islam adalah wakaf. Hal-hal dasar yang telah diberikan oleh wakaf adalah pendidikan, kesehatan, dan sandang pangan. Wakaf memiliki karakter yang sama dari segi bahwa pada umumnya berasal dari orang yang mampu dan diperuntukkan bagi orang yang tidak mampu (miskin). Namun banyak institusi yang bergerak di bidang ini tidak mengelolanya dengan baik dan tidak efektif. Maka dari itu, perlu ada perubahan yang dilakukan di dalam institusi yang bergerak di bidang ini, dengan tujuan menjadikan sebuah lembaga yang dibangun oleh orang-orang professional, dikelola dengan manajemen yang baik, dan digunakan untuk hal-hal yang produktif (Sadeq, 2002). Terutama bisnis yang mampu menciptakan peluang besar lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan mengurangi angka kemiskinan.
Institusi yang sangat terkenal di dunia Islam yang telah menjalankan fungsi wakaf dengan baik adalah Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Lembaga ini telah memberikan pelayanan pendidikan gratis kepada dunia Islam. Dari beberapa sejarah menyatakan bahwasanya Lembaga Al Azhar telah menyelamatkan ekonomi Mesir dan membantu pemerintah ketika mengalami permasalahan ekonomi. Menurut Rashid (2002), wakaf juga memiliki sejarah dalam membangun peradaban Muslim. Sebagaimana pernah dinyatakan oleh Imam Syafi’i, wakaf mulai dikembangkan secara bertahap oleh para nabi-nabi terdahulu dan dilanjutkan oleh para sahabat rasul. Ternyata lembaga ini sudah muncul pada zaman sahabat di tahun ke 7 Hijriyah dan sampai saat ini mereka masih eksis dan bertahan lebih dari 1000 tahun lamanya (Rashid, 2002). Lembaga wakaf Al Azhar telah menghasilkan jutaan ulama di berbagai dunia yang telah membuat banyak perubahan di negara mereka berada.
Di India, lembaga wakaf telah berdiri di masa lalu. Namun di sana masih terdapat kendala yang serius dalam hal pengelolaan, yaitu tidak efisiennya lembaga ini dan tidak jujurnya para pengelola wakaf. Padahal asset-asset wakaf ini adalah milik Allah, dikarenakan pengelolaan yang tidak baik dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, menyebabkan asset-asset wakaf disalahgunakan, yang juga berdampak pada penyalahgunaan asset-asset Allah (Sukmana et al, 2009).
Di Pakistan, pemerintah mengatur wakaf pada tahun 1959 untuk menghindari mismanagement dan moral hazard. Wakaf di Islamabad dikelola oleh departemen wakaf yang memiliki dua hal penting. Pertama, sayap masjid dan kedua sayap sakral. Hal ini berarti tanah-tanah wakaf tidak diperuntukkan untuk tujuan bisnis dan menghasilkan keuntungan. Maka dari itu, pengelolaan wakaf ini tergantung dana yang masuk ke lembaga dari para donaturnya. Sedangkan gaji orang-orang yang bekerja di sini diambil dari infaq para donatur. Begitu juga dana untuk perayaan festival, pelaksanaan kompetisi Al-Quran, memberikan makan anak-anak yang tidak mampu, dan termasuk biaya perawatan masjid serta tempat-tempat sakral lainnya (Sukmana et al, 2009).
Di Inggris (UK), Islamic Relief telah berhasil mengelola dana wakaf yang dikumpulkan melalui program wakaf tunai. Lembaga ini menggunakan cara dengan menjual saham wakaf yang sahamnya bernilai £890 setiap lembarnya. Pemegang saham memiliki hak yang tidak tertulis untuk menentukan ke mana dana ini akan disalurkan. Meskipun Islamic Relief sendiri menyukai dana yang dimasukkan dalam wakaf secara general, agar dana tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Beberapa tahun terakhir, Islamic Relief telah melakukan pekerjaan yang sangat baik dengan membantu beberapa proyek (baik besar maupun kecil) di berbagai negara di dunia. Contohnya, adalah proyek Kharan Water di Pakistan, pembangunan konstruksi rumah anak yatim di Bosnia, infrastruktur untuk rehabilitasi pendidikan dasar di Kandahar, dan bantuan kepada korban Tsunami di Aceh dengan beberapa proyek yang mereka lakukan (Sukama et al, 2009) dalam menstabilkan keadaan ekonomi Aceh pasca kejadian, semua dana dari proyek ini berasal dari Islamic Relief.
Di Indonesia, pemahaman terhadap pemberdayan potensi wakaf masih sangat minim sekali disebabkan oleh pemahaman yang masih kaku. Pada umumnya, konsep wakaf dibangun dengan paradigma bahwasanya wakaf dapat digunakan untuk masjid dan aktifitas ibadah lainnya. Namun pada kenyataannya tidak berdampak banyak terhadap kemajuan sosial dan ekonomi daerah tersebut. Dari data yang kita miliki, ada 330 hektar tanah wakaf yang ada di Indonesia, 68% diantaranya digunakan untuk pembangunan masjid, 9% untuk pendidikan, 8% untuk kuburan, dan 15% lainnya digunakan untuk hal yang lain (Wakafpro99, 2011). Dari data ini, sangat disayangkan sekali kebanyakan tanah wakaf tidak digunakan untuk tujuan produktif, bahkan banyak sekali dari tanah ini yang masih menganggur tanpa jelas harus dipergunakan untuk apa. Perlu adanya sebuah lembaga yang mulai mempelopori konsep wakaf dengan tujuan pengembangan bisnis produktif, sebagaimana sebagian keuntungannya bisa digunakan untuk keperluan konsumtif masyarakat kurang mampu.
Hal ini juga sudah diinisiasi oleh salah satu lembaga pengelola infaq zakat dan wakaf seperti #Dompet Dhuafa Jawa Barat dengan mendirikan Wakaf Produktif 99. Tugas wakaf Produktif 99 atau WakafPro99 adalah untuk menjawab tantangan ini sebagai pioneer di Indonesia yang memakai asset wakaf dengan tujuan investasi serta peningkatan strata ekonomi pihak keluarga kurang mampu. Di mana keuntungan dari proyek ini bisa dibagi menjadi beberapa bagian, sebagian untuk pihak kurang mampu, sebagian untuk pengembangan bisnis selanjutnya, dan sebagian lagi untuk manajemen. Sehingga, fungsi zakat dan wakaf berjalan dengan semestinya dengan tujuan agar tidak terjadi ketimpangan antara orang kaya dan orang miskin (QS. Al-Hasyr [59]:7).
Ada beberapa proyek kecil yang telah dilakukan oleh waqfpro99 seperti; Apotek Ebah Farma di Majalaya, Klinik Keluarga Pratama Medika Bandung, Training Center99 Bandung yang berpusat di Gedung WaqfPro99 Jl. Sidomukti Bandung, dan Gerai Busana Yashifani untuk muslim. Lembaga ini memiliki aktifitas sosial untuk masyarakat tidak mampu, yaitu RBC (Rumah Bersalin Cuma-Cuma) yang memiliki anggota 2.885 orang, imunisasi sebanyak 7.812 orang, persalinan 2.357 bayi, KB (Keluarga Berencana) 6.242 orang, pemeriksaan 15.563 orang, dan rawat jalan sebanyak 9.638 orang. Semua aktifitas ini diberikan secara gratis kepada orang yang tidak mampu (Wakafpro99, 2011).
Untuk menyempurnakan pemberdayaan wakaf yang ada, pada tahun 2013, WakafPro99 telah meresmikan satu lagi proyek mereka yaitu Firdaus Memorial park atau Taman Pemakaman Firdaus yang berlokasi di Desa Mandalamukti dan Desa Ciptagumati, Kecamatan Cikalong Wetan, Bandung Barat. Tepat bersebelahan dengan Tol Purbaleunyi di KM 106+300-KM105+700. Hal ini sebenarnya sudah digagas sejak tahun 2011 (Detik, 28 Februari 2014). Berawal dari ide untuk menyediakan lahan pemakaman yang terjangkau bagi semua kalangan umat muslim akibat kondisi yang nyata bahwa lahan perkuburan di kota Bandung semakin sempit dan mahal. Untuk investasi di sini bisa berwakaf tunai senilai Rp10 juta, dengan manfaat mendapatkan 2 kavling untuk keluarga dan 2 kavling untuk dhuafa sebagai ladang amal (WakafPro, 2013).
Meskipun lembaga ini telah melakukan beberapa aktifitas produktif, akan tetapi kalau dilihat dari aspek penurunan angka kemiskinan di kota Bandung atau Jawa Barat secara umum, masih dalam skala kecil. Karena income dari beberapa proyek ini masih kecil dan perlu memikirkan proyek yang lebih besar dalam jangka waktu panjang untuk membantu perekonomian Jawa Barat pada khususnya. Hal ini juga bisa diaplikasikan di kota-kota lain seluruh Indonesia.
Maka dari itu, dibutuhkan proyek besar yang mampu memberikan efek positif bagi pembangunan Indonesia di masa mendatang. Karena di sisi lain, lembaga ini masih mempunyai tanah wakaf yang masih idle dan harus dioperasikan untuk tujuan bisnis produktif. Seperti wakaf 2,5 ha di Cileunyi, wakaf 1.800 m2 di Soreang, dan tanah-tanah wakaf lainnya yang nantinya bisa dikonstruksikan menjadi sebuah proyek. Untuk Indonesia sendiri, data yang terkumpul lebih dari ratusan ribu hektar tanah wakaf yang masih tidak difungsikan dengan baik khususnya untuk hal-hal yang produktif.

MODEL WAKAF PRODUKTIF
Ada beberapa model yang dapat diaplikasikan untuk menarik dana dari para investor sehingga mereka mau berinvestasi dalam model wakaf ini, antara lain:
1. Wakaf Tunai
Dari wakaf tunai ini, sebenarnya ada dua model yang ditawarkan. Pertama, wakaf tunai abadi, dan yang kedua wakaf tunai tomporer. Dengan membagi dua model ini, para investor dapat memilih sesuai dengan kebutuhan mereka. Untuk wakaf tunai abadi, setiap investor benar-benar meniatkan dananya digunakan untuk keperluan produktif. Di mana dana tersebut akan terus digunakan sehingga bermanfaat untuk masyarakat tanpa ada batasan waktu. Sedangkan wakaf tunai temporer, investor hanya ingin berinvestasi dengan konsep wakaf, akan tetapi dibatasi dengan waktu. Misalnya, investor A ingin berinvestasi dalam proyek pembangunan hunian muslim di Jawa Barat untuk 10 tahun. Ketika rumah tersebut sudah terjual dan modal sudah kembali, dana tersebut dapat digunakan lagi untuk keperluan proyek selanjutnya, dan terus digunakan hingga 10 tahun. Ketika 10 tahun kemudian, sang investor diberikan hak untuk mengambil kembali dananya atau me-rolling-nya untuk jangka waktu 10 tahun lagi.

2. Wakaf Aset
Sama seperti halnya dengan wakaf tunai. Wakaf asset bisa kita bagi menjadi dua bagian. Pertama, wakaf asset abadi, dan yang kedua wakaf asset temporer. Para wakif dapat memilih di antara keduanya. Contoh, ketika ia mau mewakafkan tanahnya 10 ha untuk gedung atau rumah, maka ia bisa memilih apakah ingin mewakafkan asset tersebut selamanya atau dalam waktu tertentu saja. Jika selamanya, maka pengelolaannya diberikan penuh kepada lembaga wakaf. Sedangkan temporer, wakif berhak mengambil kembali aset tersebut jika sudah jatuh tempo.
            Hal ini dianggap menarik karena ada beberapa atau sebagian orang tidak ingin assetnya diwakafkan seumur hidup. Sebagian dari mereka ingin mewakafkan hanya dalam waktu 5 tahun atau 10 tahun, lalu kemudian diambil kembali untuk kebutuhan mereka.

SUKUK AL-INTIFA' SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN SYARIAH
Sukuk dalam bahasa Arab memiliki arti surat berharga, atau dunia barat menyebutnya dengan kata “Islamic Bond” adalah sertifikat yang merepresentasikan yang tidak terbagi dari asset, manfaat, dan pelayanan dari proyek tertentu ataupun usaha bisnis tertentu (lihat definisi AAOIFI dan IFSB Standard). Hal yang sangat mendasari perbedaan sukuk dengan obligasi adalah penyertaan bunga di dalam obligasi, sedangkan sukuk berdasarkan rental atau profit yang dihasilkan dari proyek (Nisar, 2008). Namun bila kita lihat di prospectus sukuk kebanyakan masih banyak menggunakan benchmark LIBOR ataupun JIBOR. Kalau di Indonesia untuk menyeimbangkan menggunakan obligasi konvensional (Zohra, 2008).
Banyak model sukuk yang bisa kita pakai dalam struktur pembiayaan syariah, baik itu sukuk ijarah, sukuk musyarakah, syukuk mudharabah, sukuk salam, sukuk istishna', sukuk murabahah, ataupun sukuk hybrid contract yang mengkombinasikan beberapa akad di dalamnya. Namun dalam hal pembiayaan investasi zakat dan wakaf lebih baik menggunakan model sukuk al-intifa'. Di mana lembaga wakaf tidak perlu menjual asset kepada investor, akan tetapi lebih kepada menjual manfaat asset tersebut dari hasil konstruksi yang akan dijalankan. Asset dapat di secure dan dalam perjanjian di depan, hasil dari investasi ini akan diberikan kepada investor sampai modal dan keuntungan yang ditentukan didapat oleh investor. Sebagaiman yang telah dilakukan oleh pemerintah Saudi Arabia dalam pembangunan Mega Proyek Zam-Zam Tower di dekat Masjidil Haram.
Banyak proyek yang bisa diraih dari pembiayaan sukuk ini. Contohnya, adalah proyek pembangunan rumah dan apartemen untuk masyarakat mampu dan tidak mampu, pembangunan pasar tradisional untuk menciptakan lapangan bisnis bagi masyarakat setempat, pembangunan super market untuk tujuan penyerapan tenaga kerja dan perbaikan ekonomi, atau bahkan pembangunan jalan tol. Untuk melancarkan rencana ini perlu adanya partisipasi dari pemerintah daerah dengan memberikan support baik itu materil maupun non materil. Sehingga bisa mendapatkan pembiayaan dari investor luar bagi itu institusi maupun perorangan. Islamic Development Bank (IDB) merupakan salah satu Bank Dunia Islam yang siap memfasilitasi jikalau proyek ini ditangani secara professional.

STRUKTUR SUKUK AL-INTIFA'
Pada diagram di bawah ini, ada satu model sukuk al-intifa' sebagai instrumen pembiayaan sebuah mega proyek yang dilakukan oleh lembaga wakaf sebagai pengelola dana investasi yang bekerjasama dengan perbankan syariah.
Ada beberapa tahap yang bisa dilakukan dalam pengembangan proyek ini (lihat diagram). Pertama, lembaga wakaf mentransfer asset wakaf ke perbankan syariah atau lembaga sekuritas syariah (bertindak sebagai SPV) untuk disekuritisasi yang digunakan sebagai underlying asset bagi proyek yang telah dipilih oleh lembaga wakaf. Selanjutnya, bank syariah sebagai SPV menerbitkan sukuk al-intifa' dan menjual manfaat dari asset yang akan jadi. Sehingga bisa dimanfaatkan oleh investor untuk keperluan masa mendatang.
Kedua, investor akan memberikan harga dari sukuk tersebut (sukuk proceeds) kepada bank syariah plus fee dan menunjuk bank syariah sebagai agen dari investor untuk mengelola asset yang akan jadi, untuk disewakan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Selanjutnya, bank syariah akan mentransfer proceed itu kepada lembaga wakaf untuk dikelola dengan tujuan aktifitas bisnis pembangunan sebuah proyek. Kemudian dari proyek ini bisa menghasilkan keuntungan yang nantinya akan ditransfer kepada investor melalui SPV sampai waktu yang telah ditentukan. Sehingga, proceed dan keuntungan yang disepakati oleh lembaga wakaf dapat ditunaikan. Jadi, dikemudian hari dalam kurun waktu 10-20 tahun asset ini akan menjadi hak milik lembaga wakaf.

Diagram 1. Struktur Investasi Wakaf Via Sukuk Al-Intifac



MENUJU #IndonesiaMoveOn, INDONESIA EMAS
Jika proyek tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka kita dapat membuat planning selanjutnya untuk menciptakan Indonesia Emas, dengan harapan kedepannya Indonesia mampu move on dengan mencetak kader-kader luar biasa yang bisa membangun Indonesia dengan ide-ide hebatnya. Rencana tersebut saya sebut dengan “1 tahun 100 Doktor dan 100 Dokter.” Dari keuntungan yang didapat dari proyek ini, salah satunya harus diproyeksikan untuk mencetak 100 orang doktor dan 100 orang dokter setiap tahun. Agar nantinya, mereka bisa mengaplikasikan ilmu untuk kepentingan Indonesia agar maju seperti negara-negara berkembang lainnya. Sehingga permasalahan kurangnya pendidikan bagi anak-anak bangsa akan teratasi sedikit demi sedikit. Jika pendidikan negara Indonesia sudah membaik, maka hal ini dapat menurunkan permasalahan sosial yang semakin tinggi saat ini, kemiskinan akan semakin menurun, karna permasalahan utama dalam kemiskinan adalah rendahnya pendidikan, rendahnya ilmu yang dimiliki. Kesehatan warga negara juga semakin baik sehingga menurunkan angka-angka orang yang sakit, dari dana tersebut juga mampu membantu orang-orang miskin dan dhuafa yang sakit dengan memberikan pelayanan kesehatan gratis.
Model pemberian beasiswa harus melakukan perjanjian tertulis. Isi perjanjiannya, mereka akan membangun Indonesia ketika mereka telah selesai melaksanakan tugas belajarnya, bukan malah bekerja untuk negara lain. Selain itu, para penerima manfaat ini harus berjanji akan memberikan waktu secara cuma-cuma untuk membantu masyarakat miskin dan pengembangan Indonesia secara gratis. Misalnya, dalam 1 minggu, yaitu 7 hari, mereka wajib menafkahkan waktu mereka 1 atau 2 hari untuk melayani, baik itu mengajar, ataupun memberikan pelayanan kesehatan gratis jika itu dokter (perhatikan skema dibawah ini).



Penutup
Tulisan ini hanyalah pembahasan singkat seorang blogger, memberikan usulan mengenai bagaimana seharusnya lembaga wakaf dan zakat sekarang bekerja demi kemajuan Indonesia untuk #IndonesiaMoveOn. Tidak hanya terfokus pada pengumpulan dana dan pendistribusiannya saja, akan tetapi bisa berpikir jauh diluar sana sehingga mampu menjadikan zakat dan wakaf benar-benar menjadi instrumen pengentasan kemiskinan. Sebagaimana maqasid syariah dari zakat dan wakaf itu sendiri adalah bertujuan untuk pengentasan kemiskinan. Sudah selayaknya kita berpikir lebih jauh ke depan atau outside the box dan tidak kaku. Sehingga manfaatnya dirasakan penuh oleh masyarakat Indonesia demi menciptakan Indonesia hebat, Indonesia Maju, dan Indonesia Kreatif. Pada akhirnya beberapa tahun kemudian, kita bisa memberdayakan asset bangsa yang ada untuk Indonesia yang lebih baik.
Jikalau dalam pengelolaan zakat dan wakaf selama ini kemiskinan masih ada atau bahkan tambah serius, berarti harus dipertanyakan professionalisme peran lembaga-lembaga mengapa tidak mencapai target dan tepat sasaran. Dengan berkembanganya sistem keuangan syariah, dari proyek ini kita bisa memakai jasa perbankan syariah dan perusahaan sekuritas syariah sebagai perantara antara lembaga wakaf dan investor dalam memberikan pembiayan syariah dengan menggunakan pembiayaan sukuk yang sampai saat ini telah menunjukkan perkembangan yang sangat baik.
Di sisi lain, masih banyak harus dilakukan research-research mengenai bagaimana mengembangkan institusi wakaf dan zakat sehingga kesejahteraan ummat bisa tercapai dengan baik, ekonomi tumbuh dengan signifikan, dan pemerintah tidak kewalahan harus mengurusi kepentingan masyarakat-masyarakat kecil karena sudah tercover dalam proyek ini. Wallahua’lam bish shawab#CJIndonesia

Referensi:
Detik. (28 Februari 2014). “Fatwa Haram Makam Mewah Melihat Firdaus Memorial Park, Taman Makam Muslim Berbasis Wakaf”. Diakses pada 3 Mei 2014. http://news.detik.com/read/2014/02/28/094039/2510998/10/2/melihat-firdaus-memorial-park-taman-makam-muslim-berbasis-wakaf.

Jabeen, Zohra. (2008). “Significance of Sukuk Securitization For Banks Structuring for Risk Regulation and Pricing”.

Mihajat, Muhammad Iman Sastra. (2011). Combination of Sukuk, Zakat and Waqf, The role of Islamic Finance to alleviate Poverty and Reduction of Unemployment in Indonesia. Paper presented at The 10TH IRSA Conference “Reintegrating Indonesian Regional Economy in the Global Era”, University Airlangga, Surabaya July 28-29, 2010.

Nisar, Shariq. (2008), “Islamic bond (Sukuk): Its introduction and application”.

Rashid, K.S. (2002). “Origin andEarly History of Waqfand Other Issues”, Institute of New Objective Studies, New Delhi

Rashid, K.S.(2002). “Current Waqf Experiences and The Future of Waqf Institution”, Awqaf, No.5 Third Year, October 2003

Sukmana, Raditya, Khalid, Muhammad, and Hassan, Kamal Abdelkarim (2009), “Waqf Management Through Sukuk Al Intifa’a: A Generic Model”, Kuwait Awqaf Public Foundation, No. 17 – Year 9 – Zu al Hija 1430 AH, pp 11-27.
Sadeq, A.H.M. (2002), Wad, Perpetual Charity and Poverty Alleviation, International Journal of Social Economics, Vol. 29 No. I/2, pp 135 - 15 1


Muhammad Iman Sastra Mihajat, peserta dari:







[1] Muhammad Iman Sastra Mihajat adalah Mahasiswa Keuangan Syariah

Popular Posts