Tuesday, June 25, 2013

Mengenal Asuransi Syariah Lebih Dekat


Mengenal Asuransi Syariah Lebih Dekat
Oleh:   
Muhammad Iman Sastra Mihajat, Ph.D,
Fitri Yunindya

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr:18)
Berasuransi syariah, maka menaati perintah Allah
Sebagaimana bunyi firman Allah diatas, hendaknya setiap jiwa mempersiapkan hari esoknya. Adapun hari esok dalam ayat tersebut adalah hari dimana manusia akan menuai segala sesuatu yang dilakukan hari ini. Contohnya adalah mempersiapkan kehidupan akhirat dimana kita akan hidup kekal didalamnya, selanjutnya adapula hari esok dimana seseorang akan menghadapi segala kemungkinan yang terjadi di masa depan di dalam hidupnya.
Mempersiapkan akhirat layaknya perintah Allah adalah dengan menjalankan takwa dan istiqomah dalam kebaikan sedangkan mempersiapkan masa depan dapat ditempuh salah satunya dengan berasuransi. Dengan berasuransi maka seseorang telah menjalankan perintah Allah dengan berupaya menghadapi hari esoknya dengan sebaik-baiknya persiapan.
Ayat diatas juga merupakan perintah Allah agar manusia dapat mengatur dan mem-planning keuangannya dengan sebaik-baiknya melalui konsep asuransi syariah. Ayat tersebut juga sejalan dengan semangat dalam butir pancasila yaitu gotong-royong dimana konsep asuransi syariah merupakan implementasi semangat saling melindungi dan membantu antar sesama manusia.
Asuransi merupakan “penjamin” yang dianggap partner
Dalam UU asuransi No. 2 tahun 1992, Bab I pasal 1 dijelaskan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang ditanggung.
Asuransi dapat mengganti kerugian seperti kerugian para pedagang, kerusakan atau kehilangan atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung seperti pihak tertanggung mengalami kecelakaan dan harus membayar sejumlah biaya atau ganti rugi kepada pihak ketiga atau kepada korban kecelakaan tersebut. Asuransi juga dapat mengganti suatu peristiwa yang tidak pasti seperti gempa bumi dan banjir.
Asuransi yang dikenal selama ini, dipandang sebagai suatu partner dalam segala kegiatan baik bisnis maupun pribadi. Dari mulai pendidikan, kesehatan, kematian, bahkan kaki pemain bola seperti Ronaldo yang dianggap asset pun dapat diasuransikan. Konsep asuransi yang dikenal masyarakat membuat masyarakat mengasuransikan segala hal yang dipandangnya berharga dengan harapan resiko yang nantinya dialami terhadap hal yang diasuransikan itu dapat di-cover oleh perusahaan asuransi.

Nilai lebih asuransi syariah
Perspektif masyarakat yang takut akan kerugian yang tidak pasti membuat industri asuransi kian meningkat, hal ini terlihat dari banyaknya jumlah perusahaan asuransi di Indonesia saat ini, baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah.
Setelah asuransi konvensional sukses penjadi “penjamin” bagi nasabahnya, kemudian munculnya  asuransi syariah menimbulkan tanda tanya dan ambiguitas bagi masyarakat. Layaknya perbankan syariah yang disamaratakan dengan perbankan konvensional, Asuransi syariah juga mendapatkan sambutan yang sama dimata masyarakat, yaitu asuransi yang sekedar tanpa bunga dan penggunaan terminologi syariah pada polisnya.
Asuransi syariah lebih dari sekedar asuransi konvensional. Asuransi syariah jauh lebih menentramkan dan bernilai lebih dibandingkan asuransi konvensional. Pada dasarnya, konsep asuransi berbasis syariah itu sebenarnya tidak ada sama sekali dalam Islam yang ada yaitu takaful. Makna bahasa takaful dalam kamus Al-Munawwir hal. 1311 yaitu berasal dari kata Kafala-yakfulu yang artinya mencukupi nafkah dan mengurusnya atau memelihara. Dalam bahasa arab itu satu kata dapat menjadi 24 kata. Sedangkan Al-Kafaalah berarti tanggungan atau jaminan. Yang dimaksud saling menjamin yaitu dari kata takaafala-yatakaafalu-takaafulan yang artinya pertanggungan yang berbalasan atau hal saling menanggung atau saling menjamin. Karena dalam islam itu tidak boleh menjamin seseorang karena penjaminan itu konsepnya adalah spekulasi, tidak ada penjaminan bahwa kita dapat menjamin 100% risiko-risiko yang terjadi karena hidup ini penuh dengan ketidakpastian. Islam tidak boleh menanggung seseorang yang penuh dengan ketidakpastian dalam hidupnya.


Perusahaan asuransi konvensional akan mengganti kerugian sesuai pertanggungan di polis asuransi jika terjadi klaim oleh nasabah asuransi. Bagaimana jika tidak ada klaim dari nasabah? Misalnya mobil yang diasuransikan selama 2 tahun tidak mengalami resiko kerusakan atau kehilangan, maka premi yang telah dibayarkan atas kalim yang tidak diajukan menjadi keuntungan perusahaan.
Bandingkan dengan konsep asuransi syariah berikut, nasabah yang tidak mangajukan klaim terhadap perusahaan asuransi syariah, maka uang tersebut akan dialokasikan untuk nasabah lain yang mengajukan klaim apabila mengalami musibah misalnya sakit, kehilangan, bencana alam dll. Oleh sebab itu, dana yang dalam asuransi syariah menjadi dua kubu. Pertama dana tabarru’ dalam bentuk hibah, yang digunakan untuk membantu nasabah lain manakala terkena musibah berupa pengajuan klaim, dan dana tijarah yaitu dana komersil yang akan diinvestasikan oleh perusahaan asuransi dalam bentuk akad mudharabah dan keuntungannya akan dibagihasilkan oleh nasabah asuransi.
Konsep saling tolong menolong dalam asuransi syariah tersebut adalah salah satu konsep keberkahan dan ta’awun yang tidak dapat dinominalkan layaknya keuntungan berbasis pendapatan bunga. Pada asuransi konvensional risiko nasabah ditransfer ke perusahaan asuransi (transfer risiko) yaitu apabila nasabah mengalami risiko, maka perusahaan yang menjamin sedangkan dalam asuransi syariah risiko nasabah tidak ditransfer ke perusahaan tetapi dibagi kepada para peserta asuransi (risk sharing) karena dalam islam tidak boleh mentransfer risiko karena hal tersebut menjadi spekulatif.
Asuransi syariah terlahir karena adanya keraguan umat Islam terhadap kehalalan asuransi konvensional yang selama ini bergulir atas unsur ketidakjelasan (gharar), jahalah (ketidaktahuan), judi (maysir), dan bunga (riba). Unsur gharar terletak pada ketidakpastian tentang hak pemegang polis dan sumber dana yang dipakai untuk menutup klaim. Unsur maysir terlihat ketika satu pihak membayar sedikit harta untuk berharap mendapat harta lebih banyak, dengan cara untung-untungan/ tanpa pekerjaan. Unsur riba terlihat pada perolehan pendapatan dari membungakan uang, contohnya ketika seseorang yang memberi polis asuransi membayar sejumlah kecil premi dengan harapan dapat uang lebih banyak dimasa datang. Pada hakikatnya transaksi semacam ini adalah tukar menukar uang dengan adanya tambahan dari uang yang dibayarkan, ini jelas mengandung riba. Dengan adanya keraguan tersebut, maka sebagian umat Islam memandang bahwa transaksi dalam Asuransi Konvensional tidak sesuai dengan syara’ dan termasuk transaksi yang diharamkan.
Asuransi syariah merupakan refleksi kekuatan umat dimana para nasabah senantiasa saling membantu meringankan beban sesamanya manakala terjadi klaim. Hal ini juga tercermin dalam hadis riwayat bukhari yang artinya : "Diriwayatkan dari Abi Musa ra. di berkata, "Rasulullah saw. pernah bersabda, Orang mukmin yang satu dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian- bagiannya saling mengokohkan." Selain diumpamakan terhadap sebuah bangunan, sesama orang mukmin itu juga bagaikan salah satu tubuh dalam hal saling mengasihi dan menyayangi, dan hal ini juga tercermin dalam asuransi syariah.
Dengan berasuransi syariah, maka nasabah asuransi tidak sekedar memproteksi diri, namun juga membantu sesamanya yang terkena musibah, ketika berasuransi syariah maka seorang manusia telah berupaya memaksimalkkan hablumminallah-nya dengan perwujudan takwa serta hablumminannas kepada sesama makhluk.

Biodata Penulis:
Muhammad Iman Sastra Mihajat adalah CEO and Founder iMan Institue of Islamic Finance, pernah menjadi Shariah Compliance Group PT Takaful Indonesia, pernah menjadi Faculty Member (Trainer) Keuangan Syariah di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). Beliau juga Aktif sebagai Sekretaris Ikatan Ahli Ekonomi Islam (DPP IAEI Pusat), selain itu, beliau juga Dosen Asurnasi Syariah, Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Al Azhar Indonesia, UIN Jkt, Pascasarjana Universitas Trisakti, Universitas Islam Az Zahrah, Konsultan Asuransi Shariah, Perbankan Shariah dan Pasar Modal Shariah Zakirah Group, Trainer Fikih Muamalah on Islamic Banking and Finance Di Iqtishad Consulting MES, R&D WakafPro99 Dompet Dhuafa Jawa Barat, Ph.D Islamic Banking and Finance (IIiBF) International Islamic University Malaysia. Selain itu, beliau juga sering diundang jadi pembicara baik itu dalam maupun luar negri.
Fitri Yunindya, adalah Mahasiswi Perbankan Syariah UIN Ciputat

sumber: Majalah Ekonomi Syariah

Popular Posts